Page 230 - Kembali ke Agraria
P. 230

Kompas, 26 September 2005








                            Kado Pahit di Hari Tani








                   ENTROK petani dengan polisi yang terjadi di lokasi bakal
               Bbandara di Tanak Awu, Lombok Tengah, NTB (Kompas, 19/9),
               menjadi kado pahit menjelang Hari Tani Nasional, 24 September 2005.
               Tragedi Tanak Awu sekaligus isyarat represifnya Peraturan Presiden
               (Perpres) No 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
               untuk Kepentingan Umum.
                   Berbagai indikasi membuat kita ragu pada kebaikan hati peme-
               rintah kepada kaum tani. Selain tak jelasnya strategi revitalisasi perta-
               nian dan tetap bercokolnya politik agraria yang kapitalistik, tahun
               2005 dihebohkan Perpres No 36/2005. Perpres No 36/2005 menuai
               banyak kritik. Setelah organisasi nonpemerintah, petani, kaum miskin
               kota, pemuda, mahasiswa, akademisi, seniman, budayawan, politisi,
               Komnas HAM, dan parlemen (DPR), belakangan suara kritis muncul
               dari agamawan.
                   Hasil Munas Ke-7 MUI merekomendasikan revisi perpres ini.
               Dari perspektif fatwa tentang tanah, jelas pandangan agama dan
               berdasarkan agama, Perpres No 36/2005 perlu ditinjau, direvisi, tidak
               boleh mengabaikan kepentingan rakyat (Kompas, 30/7/05). Forum
               Silaturrahmi Pesantren dan Petani (10/7) merekomendasikan pem-
               batalan Perpres No 36/2005.
                   Forum di Ponpes Sunan Pandanaran Yogyakarta yang diikuti
               150 kiai dari Jawa dan Luar Jawa memutuskan, pencabutan hak atas
               tanah, sebagaimana diatur Perpres No 36/2005 itu tidak sah, karena

                                            211
   225   226   227   228   229   230   231   232   233   234   235