Page 227 - Kembali ke Agraria
P. 227
Usep Setiawan
sosial, terdapat sejumlah alasan penting berikut. Pertama, sampai hari
ini belum ada pandangan resmi dari presiden tentang format dan
strategi pelaksanaan reforma agraria sebagaimana dijanjikan. Ke-
tiadaan format dan strategi ini mudah melahirkan pandangan publik
bahwa janji untuk reforma agraria hanyalah sekedar janji belaka tan-
pa niat tulus dan sungguh untuk menjalankannya. Dalam program
pembangunan lima tahun ke depan dari kabinet pun agenda ini raib
entah kemana.
Kedua, masih tetap diberlakukannya berbagai peraturan perun-
dang-perundangan yang mengganjal tujuan mulia dan agenda-
agenda pokok pembaruan agraria. Peraturan yang mengukuhkan
ketimpangan dan melanggengkan konflik agraria belum juga ditinjau-
ulang, belum direvisi dan belum diganti dengan peraturan baru yang
bisa lebih membuka jalan bagi pemerataan akses dan kontrol rakyat
terhadap tanah dan kekayaan alam lainnya.
Ketiga, belum dibentuknya lembaga khusus yang menangani
sengketa tanah atau konflik agraria. Kita tahu bahwa sepanjang kon-
flik agraria dibiarkan berlarut-larut, keadilan agraria sebagaimana
dituju oleh pembaruan agraria akan senantiasa ibarat pepesan ko-
song, kehilangan makna. Untuk itu, usulan pembentukan komisi
nasional untuk penyelesaian konflik agraria (KNuPKA) oleh Komnas
HAM hendaknya diperhatikan seksama oleh presiden dan jajaran-
nya. Pembentukan KNuPKA jadi kebutuhan amat sangat mendesak.
Keempat, tindak kekerasan terhadap rakyat, khususnya petani
yang tengah memperjuangkan haknya atas tanah dan kekayaan alam
lainnya masih kerap terjadi. Tragedi kekerasan di Bulukumba (Sula-
wesi Selatan) dan Manggarai (Nusa Tenggara Timur) belum tuntas,
disusul kemudian oleh tindak kekerasan aparat terhadap massa
Serikat Tani NTB di Lombok Tengah (18 September 2005). Kekerasan
ini telah menjatuhkan korban fisik, mental bahkan jiwa di pihak peta-
ni. Kelakuan ini mutlak harus dihentikan jika kita masih ingin disebut
bangsa beradab yang mampu menyelesaikan perbedaan dengan
damai dan dialog, bukan sangkur dan senapan.
208