Page 222 - Kembali ke Agraria
P. 222

Sinar Harapan, 3 September 2005








                   Menanti Lahirnya Badan Pertanahan
                                   Nasional Baru








                     KHIR Juli lalu jabatan Kepala Badan Pertanahan Nasional
               A(BPN) telah diserahterimakan dari Lutfi Nasution kepada Joyo
               Winoto (Mas Joyo). Tulisan ini—semacam kado buat Mas Joyo—berisi
               cerita empat babak hubungan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
               dengan BPN. Pembabakannya meliputi: babak tegang, babak titik
               balik, dan babak mesra. Ketika Mas Joyo duduk di kursi Kepala BPN,
               tibalah babak penuh pertanyaan.
                   Pada periode awal KPA (1995-1998) konsep pembaruan agraria
               di Indonesia mulai dirumuskan. Karena pemerintahan saat itu otoriter
               dan represif, apa yang dikerjakan KPA kerap dianggap ancaman.
               KPA pernah menemukan penyimpangan dalam salah satu proyek
               BPN (land administration project-LAP). Janji sertifikasi tanah secara
               murah dan cepat ternyata isapan jempol. Proyek LAP dijalankan tidak
               transparan, tak partisipatif dan lepas kontrol. Berdasar ini, KPA
               menyusun memorandum dan menyampaikannya ke Bank Dunia,
               pemberi utang proyek ini.
                   Sikap KPA menolak LAP dan mendesak penghentian proyek
               tersebut karena penuh penyimpangan. Pejabat BPN kala itu reaktif,
               KPA dituduhnya pengacau kebijakan, pelanggeng sengketa tanah,
               kekiri-kirian, dan tuduhan miring lainnya.
                   Ketegangan antara KPA dan BPN tak terelakkan. Kantor KPA
               diancam akan di-sweeping. Represivitas dan stigma negatif yang

                                           203
   217   218   219   220   221   222   223   224   225   226   227