Page 219 - Kembali ke Agraria
P. 219
Usep Setiawan
Pembaruan agraria kini telah menjadi agenda resmi negara
melalui Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan
Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, dan dijanjikan Susilo
Bambang Yudhoyono, Presiden RI. Setelah masa kelam Orba, masuk-
nya agenda pembaruan agraria ke dalam tubuh negara jadi tanda
kemajuan berarti.
Energi pendorong
Untuk menjadikan pembaruan agraria terlaksana diperlukan
energi pendorong. Pendorong yang utama adalah mereka yang akan
diuntungkan oleh pembaruan agraria dan mereka yang bersimpati
padanya. Namun, pembaruan agraria tak mungkin dijalankan tanpa
partisipasi negara. Bahkan, sebagai sumber kekuasaan publik, kekua-
saan negara harus diarahkan untuk pelaksanaan pembaruan agraria.
Pemerintahan secara konstitusional dibentuk untuk menjalankan ke-
wajiban-kewajibannya dalam menyejahterakan rakyat, termasuk
menjamin kepastian “tanah untuk para penggarap” (land to the tillers).
Sering diargumentasikan bahwa pembaruan agraria, khususnya
landreform tidak bisa dijalankan, karena tidak tersedia tanah-tanah
luas yang dapat dibagikan kepada penduduk yang bekerja di bidang
pertanian (petani). Argumen ini mencerminkan suatu pemahaman
yang terbatas mengenai landreform. Memahami landreform hanya redis-
tribusi tanah tidaklah cukup. Landreform dapat berbentuk koperasi
atau kolektivisasi untuk mencapai tingkatan economic scale, di mana
perimbangan antara faktor-faktor produksi menjadi lebih baik. Bisa
juga ia berbentuk satu penataan hubungan sewa-menyewa dan/atau
bagi-hasil yang dapat memberikan kepastian penguasaan tanah ga-
rapan bagi penggarapnya.
Landreform itu merupakan operasi penataan ulang hubungan
antar-manusia mengenai tanah sebagai dasar untuk mengatur
pemanfaatan tanah itu beserta kekayaannya untuk menjadi lebih baik.
Patut dipahami, seperti pernah dikemukakan oleh Prof. S.M.P.
Tjondronegoro (1982) bahwa pelaksanaan reforma agraria sebaiknya
200