Page 215 - Kembali ke Agraria
P. 215
Usep Setiawan
kesempatan kerja, dan revitalisasi pertanian dan aktivitas pedesaan
(hlm 55-69).
Reforma agraria perlu kesiapan banyak hal. Pengalaman di Chile,
Ekuador, Mexico, Nicaragua, Mesir, Siria, Libya, Tunisia, Kenya,
Spanyol, Italia dan Taiwan, seperti dilaporkan Sein Lin (1974) dalam
buku Land Reform Implementation: A Comparative Perspective, ada 10
aspek utama: mandat konstitusional, hukum agraria dan penegakan-
nya, organisasi pelaksana, sistem administrasi agraria, pengadilan,
desain rencana dan evaluasi, pendidikan dan latihan, pembiayaan,
pemerintahan lokal, dan organisasi petani.
Dalam hal ini, peran dan komitmen politik Presiden RI dan
jajarannya dalam reforma agraria dibutuhkan, bahkan tak tergantikan.
Muara dari reformasi agraria adalah mengikis ketimpangan, mengu-
rangi kemiskinan, menyediakan pekerjaan, memperkuat ekonomi
rakyat, menuntaskan konflik/sengketa agraria, sekaligus memulih-
kan lingkungan hidup. Reforma agraria perlu kelembagaan pelaksa-
nanya serta pembiayaan. Institusi khusus di bidang agraria dalam
struktur kabinet dibutuhkan untuk memastikan seluruh kebijakan
agraria nasional terkoordinasi sinergis dalam track pembaruan agra-
ria. Selagi institusi ini belum tersedia, posisi dan peran BPN layak
dikembangkan dan diarahkan ke arah itu.
Perlu disusun strategi pelaksanaan reforma agraria melalui
inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah dan kekayaan alam. Inventarisasi berguna untuk penyelesaian
konflik dan penataan kembali struktur agraria, mempermudah akses
informasi bagi masyarakat, serta memulihkan ekosistem yang rusak.
Kerangka dan agenda
Kerangka kerja reforma agraria di Indonesia mestilah mengacu
pada Undang-Undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA) sebagai dasar legal pembaruan agraria.
UUPA memiliki jiwa dan semangat kerakyatan yang mendahulukan
kepentingan golongan ekonomi lemah. Sekalipun UUPA kini sedang
196