Page 210 - Kembali ke Agraria
P. 210
Kembali ke Agraria
Perpres 36/2005 guna mempercepat pembangunan infrastruktur
untuk kepentingan umum. Apabila ditelusuri kronologis pener-
bitannya, “kepentingan umum” dalam perpres ini kental dengan
kepentingan investor yang ikut infrastructure summit (Januari 2005).
Konteks ini telah menggeser makna kepentingan umum dari Keppres
55/1993 yang digantikan oleh Perpres 36/2005.
Menurut Keppres 55/1993, kepentingan umum ialah “kepen-
tingan seluruh masyarakat” yang “dilakukan” dan selanjutnya
“dimiliki” oleh pemerintah serta “tidak digunakan untuk mencari
keuntungan (profit)”. Sedangkan Perpres 36/2005 memaknai kepen-
tingan umum sebagai “kepentingan sebagian besar masyarakat”.
Titik.
Tak jelas kriteria kepentingan umum tersebut. Penambahan
objek, dari 14 (Keppres) menjadi 21 (Perpres) tak menjawab batasan
kepentingan umum. Kaburnya definisi ini bisa dimanfaatkan kepen-
tingan bisnis/swasta. Jaminan bahwa Perpres 36/2005 tak akan
menggusur rakyat amat layak kita ragukan mengingat budaya
birokrasi dan aparaturnya yang mayoritas masih bermental “raja”
ketimbang “pelayan”. Benih otoritarianisme dan represivitas yang
dikandung perpres ini akan menjadi senjata para birokrat dan aparat
pemain “projek pembangunan kepentingan umum”.
Walaupun Gubernur Jabar telah menepis anggapan bahwa
Perpres 36/2005 bakal mempertajam konflik agraria dan bahkan
merampas hak rakyat atas tanah mereka, kita tetap layak sangsi.
“Pemerintah tidak akan gegabah dan begitu saja melakukan pem-
bebasan lahan yang dihuni masyarakat, tanpa didahului publikasi
luas rencana tata ruang wilayah. Selain itu, juga bakal melakukan
sosialisasi dini penjabaran sarana pelayanan publik (kepentingan
umum), sebagaimana didefinisikan dalam Perpres 36/2005,” (Pikiran
Rakyat, 16/7/05).
Mengacu Koalisi Rakyat Tolak Perpres 36/2005 (29/7/05), repre-
sivitas perpres ini ditemukan pada berbagai segi. Pertama, penga-
turan ganti rugi. Mestinya tak hanya menilai materiil, tetapi immateriil.
191