Page 207 - Kembali ke Agraria
P. 207
Usep Setiawan
juangkan hak atas tanahnya, melayang.
Reclaiming dan okupasi kian me-massal dan lebih sistematis.
Metamorfosis aksi sporadik ke gerakan sistematis menjadi indikasi
menguatnya kebutuhan reforma agraria. Tanah-tanah perkebunan
menjadi sasaran empuk reklaimer dan okupier. Perkebunan telantar,
yang hak guna usahanya cacat hukum atau (hampir) habis, menjadi
dalil pemicu reclaiming dan okupasi. Aksi ini wujud kebutuhan
rakyat atas lahan pertanian.
Secara legal, aksi ini “melanggar” hukum. Namun secara sosio-
politik menjadi keniscayaan karena reforma agraria tak dijalankan.
Reclaiming dan okupasi diistilahkan para ahli sebagai agrarian re-
form by leverage, pembaruan agraria yang didongkrak rakyat bawah.
Kenapa legalisasi?
Legalisasi bukan tujuan akhir, tetapi jembatan antara pengu-
asaan tanah langsung (de facto) menuju pengabsahan tata kuasa (de
jure) rakyat, lalu revitalisasi sistem pertanian, serta pembangunan
pedesaan melalui reforma agraria. Jembatan ini perlu agar tindakan
rakyat dilindungi negara secara legal, seperti dijamin konstitusi. Nilai
positif legalisasi ialah untuk memastikan status hak kepemilikan,
penguasaan, dan pemanfaatan tanah rakyat, lebih menjamin ke-
amanan penguasaan tanah (security of land tenure) rakyat, dan gerbang
pengembangan ekonomi rakyat serta revitalisasi pertanian.
Legalisasi hendaknya menjamin tercapainya keadilan agraria
seperti dituju reforma agraria. Prinsip-prinsip berikut perlu diper-
timbangkan. Pertama, memakai pendekatan pengutamaan hak rakyat
yang menduduki dan menggarap tanah. Pendekatan transitional jus-
tice dalam wacana HAM layak diterapkan. Kedua, legalisasi dikerang-
kakan dalam reforma agraria. Kepeloporan organisasi tani kecil,
buruh tani dan penggarap, mutlak perlu untuk memastikan legalisasi
benar untuk rakyat. Ketiga, harus dipastikan legalisasi ini sampai ke
yang berhak. Perlu dicegah “penumpang gelap” yang mengail di air
keruh untuk kepentingan pribadi. Keempat, tanah yang sudah dile-
188