Page 202 - Kembali ke Agraria
P. 202

Sinar Harapan, 2 Juli 2005








                                 Perpres 36/2005:
                         Dijalankan atau Dibatalkan?








                    ONTROVERSI mengitari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor
               K36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pem-
               bangunan untuk Kepentingan Umum (3 Mei 2005). Tulisan ini meraba
               kemungkinan ke depan mengacu kontradiksi pandangan dan sikap
               yang berkembang.
                   Komisi II DPR merekomendasikan penundaan pelaksanaan dan
               revisi Perpres 36/2005 dalam dua bulan (7 Juni 2005) – ada 10 dari
               24 pasal isi perpres yang diminta direvisi. Rekomendasi DPR diawali
               kesimpulan yang intinya: Diskriminasi kepentingan umum hanya
               kepentingan sebagian besar masyarakat; Pengadaan tanah memberi
               peluang kesewenang-wenangan; Ketidakjelasan yang mengabaikan
               hak asasi pemegang hak atas tanah; Membuka ruang kolusi antara
               pemerintah dengan pembeli tanah bermodal besar; Memperkecil ha-
               rapan rakyat memperoleh keadilan karena pemerintah memonopoli
               panitia pengadaan tanah; dan Represivitas pada pembatasan waktu
               musyawarah 90 hari dan konsinyasi dalam ganti kerugian.
                   Ketua Komnas HAM melayangkan surat bernomor 168/TUA/
               VI/05 kepada Presiden (21 Juni 2005). Jika DPR “hanya” minta pe-
               nundaan dan revisi, Komnas HAM lebih tegas: mendesak pencabutan
               Perpres 36/2005 karena potensial melanggar HAM. Dewan Per-
               wakilan Daerah juga mengkhawatirkan perpres ini. Laode Ida (DPD
               Sultra) menemukan kasus penggusuran di Korumba Kendari yang

                                           183
   197   198   199   200   201   202   203   204   205   206   207