Page 204 - Kembali ke Agraria
P. 204

Kembali ke Agraria

               rintah akan segera “membebaskan” tanah-tanah milik rakyat untuk
               “kepentingan umum”. Banyak proyek infrastruktur mungkin segera
               dibangun. Namun, berbarengan dengan itu, kemungkinan besar akan
               terjadi ketegangan, benturan bahkan bentrok fisik karena sengketa
               tanah. Tak mustahil korban jiwa akan berjatuhan menyertai praktik
               penggusuran. Hal ini memicu delegitimasi politik pemerintah yang
               dipilih rakyat secara demokratis tetapi menerapkan kebijakan yang
               anti-demokrasi. Ini memupuk ketidakpercayaan rakyat serta meman-
               cing pembangkangan sosial terhadap rezim yang berkuasa.
                   Kedua, kalau perpres ini ditunda (atau dicabut/diralat sendiri)
               pelaksanaannya, pembangunan kepentingan umum dapat menggu-
               nakan Keppres No.55/1993. Sembari menyusun RUU pengadaan
               tanah bagi pembangunan, pemerintah dan DPR menyempurnakan
               UUPA No. 5/1960 secara transparan melalui suatu kepanitiaan nega-
               ra. Pemerintah juga menyiapkan strategi komprehensif pelaksanaan
               pembaruan agraria atau reforma agraria. Lebih baik menangani penye-
               lesaian konflik agraria ketimbang menjalankan perpres yang poten-
               sial memicu konflik agraria baru. Kebijakan ini akan mengukuhkan
               legitimasi politik pemerintah di mata rakyat.
                   Ralat sendiri Perpres 36/2005 bukanlah aib yang memalukan
               pemerintah (khususnya Presiden), melainkan sikap elegan dari
               penguasa yang rendah hati meralat kebijakan yang dinilai keliru
               oleh banyak pihak.


               Tekanan massa dan uji materi
                   Selain kemungkinan di atas, kini aksi massa dan rencana uji
               materi untuk mendesak pencabutan Perpres 36/2005 terus bergulir.
               Aksi bersama ribuan petani, nelayan, masyarakat adat, kaum miskin
               kota, mahasiswa, aktivis, akademisi, seniman dan budayawan digelar
               di Istana Negara. Aksi sejenis dirancang di daerah (provinsi maupun
               kabupaten). Bahkan di lapangan digencarkan penentangan penggu-
               suran, juga didorong aksi-aksi reklaiming dan okupasi oleh berbagai
               kelompok masyarakat. Jika aksi massa ini berjalan mulus maka


                                                                        185
   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208   209