Page 212 - Kembali ke Agraria
P. 212

Kembali ke Agraria

               lai Rp 202,5 triliun kepada investor—pernyataan bersama Koalisi
               Ornop (9/5/2005).
                   Di balik semua itu, paradigma politik agraria yang menjadi roh
               Perpres 36/2005 adalah “tanah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
               golongan ekonomi kuat”. Paradigma ini mensyaratkan komoditas
               tanah, pasar tanah, dan investasi modal besar di lapangan agraria.
               Pembangunan infrastruktur menjadi pembuka jalan bagi masuknya
               investasi yang lebih luas. Paradigma ini bersaing dengan ajaran “ta-
               nah untuk rakyat” yang dicapai melalui reformasi agraria sebagai
               jawaban kuncinya. Mengikuti rumusan Forum Kajian dan Gerakan
               Reforma Agraria (Oktober, 2004), reforma agraria diletakkan sebagai
               dasar dari visi, misi, dan program pemerintahan. Reforma agraria
               sebagai basis dari revitalisasi pertanian dan pedesaan sekaligus lan-
               dasan pembangunan nasional.
                   Pengertian reforma agraria adalah penataan ulang atau restruk-
               turisasi pemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber
               agraria, terutama tanah untuk kepentingan petani, buruh tani, dan
               rakyat kecil pada umumnya. Inti dari reforma agraria adalah land-
               reform dalam pengertian redistribusi pemilikan dan penguasaan
               tanah. Meskipun demikian, landreform perlu didukung oleh program
               penunjang seperti pengairan, perkreditan, penyuluhan, pendidikan,
               pemasaran, dan sebagainya. Jadi reformasi agraria adalah landreform
               plus yang bertujuan menciptakan keadilan sosial, peningkatan pro-
               duktivitas dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Paradigma popu-
               listik reforma agraria inilah yang terancam oleh paradigma kapi-
               talistik yang menjadi urat nadi Perpres 36/2005 ini.
                   Problem paradigmatik perlu dibenturkan pada dinamika sosial-
               politik yang melingkupinya. Perpres 36/2005 kini dihadapkan pada
               gelombang besar penolakan dari berbagai penjuru mata angin. Bukan
               hanya dari kalangan organisasi non-pemerintahan atau LSM, namun
               petani, kaum miskin kota, pemuda, mahasiswa, akademisi, seniman
               budayawan, politikus, parlemen, Komnas HAM, agamawan dalam
               berbagai bentuk dan media. Sebagaimana diberitakan, DPR mere-


                                                                        193
   207   208   209   210   211   212   213   214   215   216   217