Page 248 - Kembali ke Agraria
P. 248

Kembali ke Agraria

               pedesaan berkat kinerja pertanian yang baik maka pajak pertanian
               juga dapat ditingkatkan.
                   Keempat, memungkinkan terjadinya diferensiasi yang meluas dari
               pembagian kerja di pedesaan yang tumbuh karena kebutuhan pede-
               saan itu sendiri. Kelima, tanpa reforma agraria tak akan terjadi inves-
               tasi di dalam pertanian oleh petani sendiri. Malah akan terjadi disin-
               vestasi karena lama kelamaan petani akan kehilangan tanah dan
               kemiskinan pun meluas. Keenam, tanah dapat diproduktifkan petani
               dan tak jadi objek spekulasi. Petani tetap memegang kedulatan atas
               alat produksinya dan mampu memanfaatkannya untuk kepentingan
               produktif. Reforma agraria akan mengantar sistem ekonomi modern
               dan berkelanjutan. Tanpa reforma agraria tak akan tercipta demokrasi
               ekonomi dan politik di pedesaan.
                   Konsepsi ideal di atas masih dihadapkan pada kenyataan pahit.
               Di tahun 2005 kita dikejutkan oleh terbitnya Perpres 36/2005 tentang
               Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
               Perpres ini disimpulkan banyak pihak sebagai cermin dari watak
               penguasa yang represif dan otoriter. Perpres ini potensial memper-
               parah keadaan dan menyulitkan penemuan muara penyelesaian
               konflik agraria. Dalam konflik agraria, kerap terjadi penaklukan dan
               penindasan aparat negara terhadap rakyat. Sering bukti-bukti hak
               rakyat atas tanah tak diakui. Penetapan ganti rugi sepihak. Manipu-
               lasi aspirasi rakyat agar “rela” menyerahkan tanahnya. Jika rakyat
               protes dituduh pembangkang atau anti pembangunan. Rakyat kerap
               menerima intimidasi, teror, dan kekerasan fisik.
                   Akar dari konflik agraria yang menampilkan wajah ketidakadilan
               merupakan ekspresi politik agraria yang otoriter sebagai benteng dari
               politik agraria yang kapitalistik. Politik agraria gaya Orba ini masih
               kuat diterapkan dalam rangka mengamankan “pembangunan”. Pun-
               cak dari otoritarianisme adalah penggunaan senjata dan alat keke-
               rasan negera (bahkan premanisme) dalam mengusir rakyat dari
               tanahnya sehingga korban di pihak rakyat berjatuhan.
                   Menuntaskan ketimpangan dan konflik agraria melalui reforma


                                                                       229
   243   244   245   246   247   248   249   250   251   252   253