Page 243 - Kembali ke Agraria
P. 243
Usep Setiawan
pangan dan kelaparan 8 juta di antaranya mati, dan sebagian besar
dari mereka adalah petani. Kelaparan yang terjadi saat ini bukan
karena di dunia tidak ada stock pangan yang cukup, melainkan ketia-
daan akses pangan juga ketiadaan akses bagi petani untuk mempro-
duksi tanaman pangan.
WTO telah gagal menjadi sebuah upaya internasional mencip-
takan perdagangan antar bangsa yang adil dan meningkatkan kese-
jahteraan masyarakat dunia. Wacana dan tuntutan dari masyarakat
sipil dunia termasuk di Indonesia untuk membubarkan saja WTO,
bahkan pandangan paling moderat saat ini saja adalah mengeluar-
kan pertanian dari perundingan WTO sangat layak untuk dipikirkan.
Maka, bagi delegasi Indonesia yang berangkat ke Hong Kong
berkaca dari kepentingan seluruh sektor terutama petani di Indone-
sia sepatutnya tidak membuat kesepakatan apapun, terlebih kese-
pakatan yang bakal menjepit kaum tani kita.
Yang kini tengah dibutuhkan bangsa ini adalah pelaksanaan
reforma agraria yang menyeluruh dengan agenda pokok menata
ulang struktur agraria yang timpang sehingga menjadi lebih adil
dan merata. Dengan keadilan agraria, kemiskinan dapat dikikis,
pengangguran bisa dikurangi, jerat ketergantungan terhadap pangan
impor dapat diputus, dan kesejahteraan segenap rakyat tak lagi seka-
dar mimpi di atas mimpi.
Terlebih lagi Kovenan Ekonomi Sosial dan Budaya—sebagai
dimensi HAM tak terpisah dari Hak Sipil dan Politik—baru-baru ini
telah diratifikasi Pemerintah RI, sehingga alas hukum dan politik
untuk reforma agraria menjadi kian tak elok untuk diabaikan.***
(Artikel ini ditulis bersama oleh 2Usep Setiawan dan Iwan
Nurdin adalah aktivis Konsorsium Pembaruan Agraria)
224