Page 242 - Kembali ke Agraria
P. 242
Kembali ke Agraria
dan belum berkembang (Least Development Countries/LDCs) tentang
akibat-akibat yang dirasakan oleh rakyat selama liberalisasi perda-
gangan yang dijalankan.
Praktis dalam perundingan semua delegasi peserta akan disibuk-
kan dengan debat mengenai kapan waktu yang tepat bagi negara
membuka pasar sebuah sektor kemudian sebagai imbalan negara
yang lainnya akan memberi konsesi berupa dibukanya pasar di sektor
lain. Hal yang demikian juga berlaku bagi tarif jasa. Berkaca pada
cara dan mekanisme perundingan yang lazim dilakukan di WTO
tersebut, hampir mustahil bahwa kepentingan sektor pertanian In-
donesia dapat dimajukan.
Reforma agraria
Telah menjadi tradisi dalam komunitas masyarakat sipil dunia,
saat ini untuk berkumpul dan melakukan sebuah aksi besar-besaran
di negara manapun KTM WTO dilaksanakan. Bahkan, saat ini di
Hong Kong puluhan ribu masyarakat sipil dari segenap penjuru dunia
telah berkumpul dalam satu tujuan yaitu menggagalkan KTM WTO
(!). Bahkan, di dalam internal WTO sendiri sebenarnya saat ini telah
muncul pemahaman dari berbagai negara anggota untuk merombak
organisasi WTO supaya lebih akomodatif bagi negara-negara berkem-
bang dan belum berkembang.
Bagi masyarakat sipil, perombakan WTO bukanlah jalan keluar.
Sebab, persoalan utama dalam WTO adalah dasar pasar bebas yang
dijadikan prinsip dasar organisasi. Sedangkan, cara-cara lain tidak
dikenal. There Is No Alternatif/TINA demikian slogan utama badan
utama perdagangan dunia ini. Seorang kawan berseloroh WTO tak
lain adalah World Trouble Organization.
Akibat tidak dikenalnya alternatif selain perdagangan bebas ada-
lah semakin terdesaknya masyarakat miskin dunia. Contoh nyata
yang diungkapkan oleh Greenfield (2005) bahwa putaran uang sektor
pertanian dunia tahun ini telah mencapai US$ 45 miliar. Ironisnya,
pada tahun ini terdapat 850 juta penduduk dunia mengalami rawan
223