Page 244 - Kembali ke Agraria
P. 244
Sinar Harapan, 31 Desember 2005
Memimpikan Ekspor Beras
(Refleksi Politik Pertanian Akhir Tahun 2005)
EBIJAKAN pemerintah mengeluarkan izin impor beras belum
Klama ini menutup tahun 2005 dengan kontroversi. Kebijakan
ini dinilai merugikan rakyat. Dalam berbagai bentuk ekspresi protes
seperti diwartakan media massa, kaum tani sebagai penghasil beras
kembali mengeluhkan nasib suram yang kian menghimpit.
Tersiar kabar, dalam rapat koordinasi teknis di kantor Menko
Perekonomian jumlah beras yang perlu diimpor tidak lebih dari
250.000 ton dengan jadwal November 2005 sebanyak 75.000 ton,
130.000 ton bulan Desember dan Januari 2006 sebanyak 45.000 ton.
Kran impor beras dibuka ketika stok beras dalam negeri dinilai
melimpah. Belum lagi, impor beras digelontorkan saat kondisi petani
tergencet dampak kenaikan BBM yang digenapi anjloknya harga
produk pertanian, sementara harga sarana produksi (saprodi) terus
merambat naik. Saat izin impor beras diterbitkan, sebenarnya petani
tengah menikmati harga gabah/beras yang membaik sejak izin impor
beras dicabut, sekitar Rp 3.500,00/kg.
Harga beras atau gabah yang baik ini diprediksi akan jatuh di
pasaran seiring masuknya beras impor. Berbagai pihak, menyatakan
stok beras di pasar dalam negeri masih cukup, sehingga seharusnya
pemerintah mempertimbangkan untuk tidak mengimpor beras.
Artinya, saat ini kita mempunyai cadangan beras yang cukup
sehingga tak cukup alasan bagi pemerintah mengimpor beras.
225