Page 240 - Kembali ke Agraria
P. 240
Suara Pembaruan, 15 November 2005
WTO, Pertanian dan Reforma Agraria
I TENGAH kontroversi kebijakan impor beras dan simpang
Dsiurnya agenda revitalisasi pertanian dan perdesaan di Tanah
Air, pada 13-18 Desember 2005 akan digelar Konferensi Tingkat
Menteri (KTM) ke-6 World Trade Organization (WTO) di Hong Kong.
Pertemuan kali ini menjadi sangat penting bagi basis legitimasi WTO,
sebab KTM sebagai badan tertinggi pengambilan keputusan di dalam
WTO tercatat telah tiga kali gagal memperoleh kesepakatan.
Dalam setiap putaran KTM WTO, setidaknya ada tiga agenda
pokok yang menjadi bahan perundingan: pertanian, NAMA (Non
Agriculture Market Access), dan GATS (General Agreement on Tarif in
Services). Dari ketiganya, yang paling sulit mencapai titik kesepakatan
adalah pada sektor pertanian. Sulitnya sektor pertanian mencapai
kesepakatan berdampak terhadap berbagai perundingan yang terjadi
di sektor-sektor lainnya. Sebab prinsip single under taking adalah jalan
pengambilan keputusan dalam putaran perundingan WTO.
Menjadi rahasia umum, bagi negara-negara berkembang, per-
tanian merupakan sektor yang paling krusial. Selain mempekerjakan
hampir 75 persen penduduk di negara-negara berkembang, sektor
ini juga menyumbang lebih dari setengah produk domestik bruto
(PDB) negara-negara tersebut. Selain itu, sulitnya mencapai kesepa-
katan di sektor pertanian disebabkan oleh sebuah kenyataan bahwa
negara-negara maju yang selalu mendorong liberalisasi perdagangan,
menghapus subsidi, menginginkan akses pasar yang lebih luas di
221