Page 241 - Kembali ke Agraria
P. 241

Usep Setiawan

            negara-negara berkembang ternyata tetap mempertahankan subsidi
            besar-besaran kepada para petani mereka.
                Bahkan, dengan cara-cara tertentu negara-negara maju menutup
            pasar mereka dari produk pertanian negara berkembang lewat berba-
            gai macam hambatan non-tarif dan perangkat UU, semisal Farm Bill
            di AS dan Common Agriculture di Uni Eropa.


            Kepentingan Indonesia
                Ada beberapa isu pokok yang mencerminkan kepentingan utama
            rakyat Indonesia di bidang pertanian yaitu: perlindungan terhadap
            lahan pertanian, akses air dan pengamanan dari barang-barang perta-
            nian impor, menciptakan kedaulatan pangan, penghapusan kemis-
            kinan dan pembangunan kawasan pedesaan yang berkelanjutan,
            upaya peningkatan kesejahteraan dan pendapatan petani.
                Melihat kepentingan utama petani di atas, sangat mustahil WTO
            menjadi jalan keluar. Sebab, sepuluh tahun setelah negara kita berga-
            bung menjadi anggota WTO, kebijakan-kebijakan liberalisasi perda-
            gangan di sektor pertanian justru lebih banyak merugikan kepen-
            tingan utama sektor pertanian kita. Misalnya liberalisasi pasar beras,
            kedelai dan jagung yang menyebabkan petani kita mengalami keru-
            gian pada setiap musim panen.
                Contoh nyata lainnya ialah liberalisasi air. Beberapa dekade lalu,
            isu air sebagai komoditas terasa tak masuk akal dibahas dalam fo-
            rum internasional. Sebab, hampir semua negara memandang bahwa
            akses terhadap air adalah hak asasi manusia. Namun, dalam forum
            WTO air telah disahkan sebagai komoditas yang harus diliberalisasi.
            Padahal, 70 persen air bersih digunakan sebagai pengairan pertanian
            dan hanya 8 persen digunakan sebagai konsumsi rumah tangga
            (Greenfield, 2005). Menjadi jelas bahwa raksasa korporasi pertanian
            dunialah yang mengambil keuntungan dari kesepakatan WTO ini.
                Sampai sekarang, dalam setiap perundingan KTM WTO tidak
            pernah diadakan sebuah agenda berupa evaluasi menyeluruh dari
            pengalaman negara-negara anggota khususnya negara berkembang


            222
   236   237   238   239   240   241   242   243   244   245   246