Page 245 - Kembali ke Agraria
P. 245
Usep Setiawan
Seharusnya pemerintah bukan membeli beras dari luar tapi membeli
dari sentra produksi beras yang tersebar di berbagai wilayah negeri ini.
Tulang punggung
Berkaca dari kasus impor beras ini, pemerintah mestinya
mendorong sektor pertanian untuk berkembang lebih maju. Peme-
rintah berkewajiban melindungi petani dari permainan harga di
pasaran, perlindungan atas alat produksi petani (tanah), terjangkau-
nya harga saprodi oleh petani, dan penyediaan akses permodalan
yang mudah dan berbunga rendah untuk petani.
Tercium aroma kepentingan politik dan ekonomi dari kelompok
di sekitar kekuasaan dalam kebijakan impor beras ini. Kesimpang-
siuran data dan analisa mengenai kondisi perberasan dalam negeri
terindikasi dimanfaatkan para pengejar keuntungan jasa impor beras
–-seorang kawan menyebutnya “pengusaha hitam”. Jika pemerintah
tetap memberikan izin impor beras, dikhawatirkan akan semakin
menambah jumlah orang miskin mengingat sebagian besar masya-
rakat kita adalah petani. Jika ini terjadi, tentu kebijakan impor beras
sejatinya bertentangan dengan program pemerintah sendiri dalam
mengurangi kemiskinan.
Sektor pertanian mampu bertahan ketika terjadi krisis ekonomi 1997.
Sebab itu sudah selayaknya sektor pertanian menjadi tulang punggung
perekonomian negeri. Agar sektor pertanian dapat diandalkan dalam
memastikan keamanan dan kedaulatan pangan kita, maka agenda
reforma agraria mutlak dilaksanakan. Reforma agraria pada dasarnya
pra-kondisi atau pra-syarat bagi industrialisasi dan perkembangan
ekonomi pertanian dan pedesaan. Program utama dari reforma agraria
adalah landreform atau redistribusi tanah. Distribusi tanah yang
berkeadilan akan menciptakan kinerja sektor pertanian yang lebih baik
seiring kondisi perekonomian di pedesaan akan terus membaik.
Dari impor ke ekspor
Mengacu Endriatmo Soetarto dan Moh. Shohibuddin (2005), ada
226