Page 434 - Kembali ke Agraria
P. 434
Kembali ke Agraria
dijadikan obyek reforma agraria yang akan diterima oleh subyek mis-
kin. Tanah-tanah subur yang selama ini ditelantarkan “pemiliknya”
perlu dibangkitkan dan diproyeksikan bagi kebutuhan rakyat miskin.
Revisi PP No 36/1998 tentang tanah telantar harus menjadi agenda
mendesak untuk dituntaskan.
Ketiga, mengembangkan mekanisme yang transparan, partisi-
patif, dan demokratis dalam menjalankan distribusi, redistribusi, dan
konsolidasi tanah pertanian agar reforma agraria mencapai tujuan
serta sampai target dan sasaran. Jika tujuan pokok menghadirkan
keadilan agaria tanpa konsentrasi penguasaan tanah dan kekayaan
alam di segelintir orang, ini harus dikawal jangan sampai melenceng.
Keempat, perlu reorientasi, reformulasi arah, fokus agenda, dan
program pertanian. Orientasi dan formulasi lama cenderung “pro-
duktivitas mengandalkan efisiensi” yang ditopang pembangunan
pertanian bermodal besar dengan perspektif agrobisnis. Kelak, perlu
rumusan lebih berkeadilan dengan “produktivitas mengutamakan
pemerataan” yang ditopang penguasaan dan pemilikan aset produk-
tif tanah, modal dan sarana produksi pertanian oleh kaum miskin
desa.
Kelima, dalam kebijakan pangan, Deptan perlu menggeser para-
digma ketahanan pangan menuju kemandirian dan kedaulatan
pangan. Secara keseluruhan, Deptan bertanggung jawab menyedia-
kan akses pada berbagai sarana dan input pertanian yang dibutuh-
kan petani miskin mengiringi program landreform.
Titik tekan agenda lanjutan bagi Deptan ada pada poin empat
dan lima. Untuk ketiga poin sebelumnya, Deptan perlu berkoordinasi
dengan BPN. Maka, posisi, fungsi, tugas, dan kewenangan BPN perlu
diperkuat dan diperluas, termasuk dalam konteks “penataan ruang”,
guna memastikan program landreform sebagai inti reforma agraria
agar dapat berjalan efektif dan terkoneksi dengan sektor lain.
Perlu lompatan
Mengingat waktu yang tersedia bagi pemerintah tidak panjang
415