Page 430 - Kembali ke Agraria
P. 430
Kembali ke Agraria
(2009), penduduk miskin di Indonesia telah turun sebesar 2,43 juta
jiwa. Meski begitu, jumlah penduduk miskin masih sangat besar,
yakni 32,5 juta jiwa atau 14,2 persen dari jumlah penduduk. Angka
tersebut menandakan bahwa selama ini pemerintah gagal mengenali
siapa kaum miskin itu sesungguhnya.
Bantuan Langsung Tanah
Sampai sekarang, sebagian besar orang miskin bertempat tinggal
di perdesaan dan mayoritas bekerja sebagai petani dan buruh tani.
Dari total 28 juta rumah tangga petani (RTP) yang ada di Indonesia,
terdapat 6,1 juta RTP di Pulau Jawa yang tak memiliki lahan sama
sekali dan 5 juta RTP tak bertanah di luar Jawa.
Sedangkan bagi mereka yang memilikinya, rata-rata pemilikan
lahannya hanya 0,36 hektare. Jadi, dengan kata lain, saat ini terdapat
sekitar 32 juta jiwa petani Indonesia adalah buruh tani, dan 90 juta
jiwa adalah petani subsisten (Bonnie Setiawan: 2009). Mereka belum
pernah menikmati program nyata yang tepat dari pemerintah untuk
menyelesaikan problem utama berupa ketiadaan lahan.
Awal 2007, SBY menjanjikan redistribusi lahan seluas 8,1 juta
hektare kepada rakyat miskin. Program ini oleh Badan Pertanahan
Nasional RI kemudian diperkenalkan sebagai Program Pembaruan
Agraria Nasional (PPAN). Sampai sekarang, program ini masih jalan
di tempat dan seolah kalah pamor dengan program BLT, KUR dan
PNPM dan sebagainya (Iwan Nurdin, 2009).
Padahal, bukan BLT dalam bentuk uang tunai yang paling dibu-
tuhkan rakyat miskin itu, melainkan BLT dalam arti “bantuan lang-
sung tanah” sebagai matriks dasar kehidupan manusia dalam men-
capai kesejahteraan hidupnya secara paripurna. Di negeri agraris,
menyediakan tanah bagi rakyat miskin itu jalan keluar utama dari
realitas kemiskinan.
Jika negara ini hendak mengentaskan kemiskinan di perdesaan,
maka mau tidak mau rakyat miskin harus diberikan aset tanah. Selan-
jutnya, tentu saja harus diikuti dengan peningkatan akses terhadap
411