Page 426 - Kembali ke Agraria
P. 426
Kembali ke Agraria
RPP ini, dari unsur positifnya, sudah mengandung unsur-unsur
pokok bagi landreform. Skema pembiayaan juga ada dalam RPP itu.
Tapi RPP ini belum menunjukkan ciri landreform yang memang
ditujukan untuk mengatasi struktur ketimpangan tanah di satu sisi
dengan memenuhi kebutuhan rakyat tak bertanah, untuk buruh tani
dan petani gurem. Materi RPP masih bisa ditafsirkan macam-macam.
Pada kondisi dewasa ini, tanah cenderung menjadi komoditi. Lantas
bagaimana dengan fungsi sosialnya?
Sepertinya wajib mempertahankan fungsi sosial tanah dalam
kekayaan alam kita. Karena itulah yang menjadi benteng bagi kita
untuk tidak membiarkan Tanah Air dan kekayaan alam lepas ke meka-
nisme pasar dan penguasaannya hanya pada pihak-pihak yang
memiliki kemampuan ekonomi kuat dan posisi politiknya kuat.
Sebenarnya ada tiga fungsi tanah yang harus dijalankan seim-
bang yakni fungsi sosial, fungsi ekonomi dan fungsi ekologi (ling-
kungan). Fungsi sosial yang dimaksud sebenarnya kalau semangat
UUPA terlihat jelas bahwa penguasaan dan pemilikan dan peman-
faatan tanah itu harus memprioritaskan golongan ekonomi lemah.
Rakyat yang miskin. Petani tak bertanah. Nelayan tradisional. Masya-
rakat adat yang ada di pedalaman. Kaum miskin di perkotaan.
Pemerintah kini gencar menelorkan kebijakan (regulasi) investasi.
Dalam praktiknya sering tumpang tindih dari aspek agraria dan kurang
menguntungkan rakyat di pedesaan yang bergantung pada pertanian.
Kondisi ini sering dituding sebagai stimulus bertambahnya deretan
jumlah buruh tani. Bagaimana KPA mengkritisi hal tersebut?
Ada tiga isu yang saya tangkap. Pertama, isu investasi di lahan
agraria, khususnya investasi asing. Kedua, isu proletarisasi di mana
petani kita menjadi buruh di lahannya. Ketiga, isu sektoral di dalam
perundang-undangan. Dalam isu investasi, memang sejak Orde Baru
hingga kini yang namanya orientasi politik agraria kita bisa dikatakan
bukan politik ekonomi agraria yang pintu terbuka. Tapi rumah
407