Page 82 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 82
72 Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
Megaproyek MP3EI Bekerja?
Indonesia sebagai negara yang ekonominya berbasiskan pertanian tidak ketinggalan dalam interaksi pasar tanah global. Krisis
2007/08 dipandang oleh pemerintah Indonesia tidak hanya sebagai ancaman tetapi juga peluang. Momentum krisis itu dijadikan
titik pijak untuk mampu memberi pangan kepada dunia (feed the world), serta menjaga ketahanan pangan. Strategi yang
dilakukan pemerintah adalah dengan membuka kran investasi atas tanah bagi investor. Salah satu program pembangunan yang
diluncurkan adalah dengan mengembangkan kawasan lumbung pangan (food estate) dan energi yang terbarukan.
Pengembangan kawasan itu direalisasi dengan menggunakan lahan yang tersedia di wilayah luar Pulau Jawa dan Bali, seperti
Kalimantan dan Papua.
Bagaimana Perampasan Tanah Terjadi?
Gema krisis adalah salah satu cara untuk menjustifikasi perampasan tanah. Dalam kasus MIFEE, krisis global
diketengahkan dengan apik sebagai justifikasi.
“Pertambahan penduduk dunia yang terjadi bersamaan dengan ancaman dampak perubahan iklim, menipisnya
cadangan bahan bakar fosil, berikut masih berlangsungnya pemulihan perekonomian dunia paca krisis finansial global
menjadikan ketahanan pangan dan energi menjadi isu utama dunia...Namun lebih dari sekadar itu semua, negara
seperti Indonesia yang memiliki beragam potensi dan keunggulan komparatif di sektor pertanian, perkebunan,
perikanan, peternakan hingga kehutanan juga mendapatkan momentum sangat baik guna berkontribusi memenuhi
kebutuhan dunia tadi”. 2
Demi memperkuat justifikasi MIFEE, ancaman krisis nasional pun juga diketengahkan.
“Di tingkat nasional, pertumbuhan populasi meningkat sekitar 1,3% per tahun. Upaya meningkatkan pangan
khususnya beras, menghadapi kendala berupa ketersediaan lahan. Sebagai gambaran luas rata-rata kepemilikan
lahan sawah di Jawa hanya 0,34 hektar rumah tangga petani. Sempitnya kepemilikan lahan, tekanan alih fungsi lahan
pertanian ke non-pertanian terus mengalami peningkatan dan sulit dikendalikan. Tahun 1999-2002 alih fungsi lahan
non-pertanian ke non-pertanian diperkirakan mencapai 330.000 Ha atau rata-rata 110.000 hektar per tahun.” (Grand
Desain Pengembangan Pangan dan Energi Skala Luas di Merauke, 2010: 1-2).
MIFEE diluncurkan secara resmi oleh pemerintah Indonesia pada 11 Agustus 2010 di Merauke. Tiga tahun sebelumnya,
program pembangunan di Merauke yang dijadikan andalan adalah MIRE (Merauke Integrated Rice Estate). Program itu
digagas oleh John Gluba Gebze (Bupati Merauke kala itu) dengan menekankan pada pertanian padi skala luas. Pada
perkembangannya gagasan MIRE ini bersambut dengan gagasan pemerintah pusat. Pertemuan itu yang mendorong
mengubah dan mengembangkan MIRE tidak saja terfokus pada beras, tapi pada banyak komoditas. Karenanya MIRE diubah
menjadi MIFEE.
Mekanisme lainnya yang memastikan perampasan tanah di MIFEE berjalan lancar dan aman adalah dengan
mengembangkan justifikasi sejarah. Pengalaman produksi pertanian skala luas bukanlah barang baru di Merauke. Pada
masa pemerintahan Belanda, pernah dikembangkan lumbung pangan untuk wilayah Pasifik Selatan di Merauke. Program itu
dikenal dengan sebutan sebagai proyek padi Kumbe. Program itu berlangsung pada tahun 1939-1958. Menurut narsumber
yang hidup di wilayah Kumbe, proyek itu berakhir karena adanya nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing oleh
pemerintah Indonesia kala itu.