Page 86 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 86

76     Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
               Megaproyek MP3EI Bekerja?



                                   mampu menjelaskan situasi saat ini. Walaupun demikian, sistem tenurial yang berlaku di tengah Malind-Anim, khususnya di
                                   lingkup lebih kecil, masih bisa ditangkap pengetahuannya tidak saja di keseharian masyarakat tetapi juga dari banyak kajian.
                                   Sub-bab ini akan lebih banyak mengeksplorasi hal itu.








































                                                                      Gambar 3: Sirapu, pilot project MIFEE.
                                                                           Foto: Muntaza, 2011.


                                   Tanah Malind secara kolektif dalam alam imajinasi dan alam hidup orang Malind, diletakkan sebagai “satu tanah air negeri
                                   kami” (nahanmilah), bukan “negeri asing” (isimilah/itiwandmilah/sohulmilah). Dalam menunjukkan klaim atas tanah
                                   airnya, orang Malind yang tersebar di seluruh Merauke, menyatakan hal yang serupa soal titik batas penguasaan tanah. Jika
                                   dalam klaim teritori Indonesia dinyatakan “dari Sabang hingga Merauke”, bagi orang Malind klaim teritorinya dimulai “dari
                                   Kondo hingga Digoel”.


                                   Penguasaan tanah dalam alam hidup orang Malind lebih dipusatkan pada laki-laki dan diturunkan kepada anak laki-laki
                                   berdasarkan garis keturunan laki-laki. Penguasaan masyarakat Malind-Anim atas tanah dapat ditilik balik dari masa perang
                                   suku. Pada masa itu, perang merupakan alat untuk memperluas teritori kekuasaan. Der Kroef (1952) menjelaskan bahwa
                                   dalam adat Malind-Anim, perang suku selain berfungsi sebagai ekspansi teritorial juga untuk mendapatkan nama untuk
                                   tanah. Nama untuk tanah itu diperoleh dari kegiatan perburuan kepala. Sebelum kepala lawan dipenggal, si pemenggal akan
                                   menanyakan namanya. Kata yang diucapkan lawannya itu akan dilekatakan sebagai nama untuk tanah, atau lebih spesifik
   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91