Page 84 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 84
74 Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
Megaproyek MP3EI Bekerja?
Pengelolaan lahan seluas lebih dari 1,2 juta hektar di Merauke akan diserahkan kepada para investor. Lebih dari seperempat
wilayah Merauke sudah dikapling-kapling untuk dimanfaatkan oleh investor baik dari dalam negeri maupun asing (Lihat Gambar
1). Satu perusahaan saja bisa menguasai puluhan ribuan hektar bahkan hingga ratusan hektar. Pengusaan lahan skala luas di
MIFEE oleh investor ditopang oleh salah satu payung hukum MIFEE yakni PP No. 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budi Daya
Tanaman. Pada pasal 8, ayat (2), disebutkan bahwa luas maksimum lahan untuk pengusahaan budidaya tanaman yaitu 10.000
Ha (sepuluh ribu hektar). Namun ada wilayah yang secara khusus mendapat pengaturan berbeda. Untuk wilayah Papua, luas
maksimum lahan dapat diberikan dua kali luas maksimum yang ditentukan untuk daerah lain. (Setiawan, 2010 dikutip dari
Zakaria, et.al, 2012).
Kesempatan menguasai lahan yang demikian luas menjadi daya tarik bagi investor. Pada tahun 2010, investor yang
berminat berinvestasi dalam skema MIFEE sebanyak 39 perusahaan, meningkat menjadi 48 perusahaan dalam rentang
waktu satu tahun. Tahun ini (2012), diketahui bahwa investor yang berminat di MIFEE meningkat menjadi 62 perusahaan
(Lokakarya Multipihak Perencanaan Strategis “Dampak Investasi: Kasus MIFEE”, di Merauke 2012) .
Tanah Dirampas oleh Medco Group
Dalam skema investasi MIFEE, Medco Group melalui dua anak perusahaannya yakni PT. Medcopapua Industri Lestari (MIL)
dan PT Selaras Inti Semesta (SIS) mengembangkan pengelolaan perkebunan dan industri hutan tanaman industri (HTI). PT.
Medcopapua Industri Lestari mengfokuskan pada industri pengolahan kayu menjadi chipwood dan wood pellet. PT. MIL
mendapatkan ijin konsesi SK. 67/Menhut-II/2009. Industri pencacah kayu itu memperoleh konsesi luasan lahan sebesar
2.800 hektar di Dusun Buepe, Distrik Kaptel. PT. MIL menargetkan produksi 1,8 juta ton chipwood dan 200 ribu ton wood
pellet tiap tahunnya. Komoditas chipwood biasanya digunakan sebagai bahan baku untuk kertas, sedangkan wood pellet
merupakan sumber energi terbarukan. Produksi wood pellet dalam kacamata bisnis dianggap lebih murah dan lebih
bersih—tidak menghasilkan karbon—ketimbang batu bara. Untuk bisa memproduksi woodpellet sebanyak 200 ribu
ton/tahun, PT MIL menginvestasikan modal lebih dari Rp. 922 milyar. 3
Gambar 2: Pabrik pengolahan kayu PT. MIL di Buepe, Kaptel.
Foto: Zuhdi Sang, 2011.