Page 14 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 14
Kata Pengantar
instrumen penting untuk menjamin kontinuitas dari akumulasi
kapital tersebut.
Permasalahannya adalah bagaimana pemerintah menghadapi
mereka yang terlempar dari pertanian dan tidak begitu saja bisa
masuk menjadi tenaga kerja dalam dunia industri. Banyak dari
mereka diam di desa sebagai penganggur, atau pindah ke kota dan
mendiami kampung-kampung kumuh, atau sebagian dari mereka
terlunta-lunta menjadi gelandangan, memindah kemiskinan dari
satu tempat ke tempat lain. Tidak semua dari mereka ini juga
memiliki kapabilitas membangun kekuatan melawan, dan merebut
kembali ruang-ruang hidup, yang sejatinya adalah hak dasar yang
harus diberikan kepada mereka. Bukan didapat karena direbut.
Dalam luputnya memandang tapi tak melihat ini (looking
but not seeing), gerakan rakyat yang dalam istilah Polanyi disebut
sebagai double movement tidak tertangkap oleh negara sebagai suatu
inisiatif yang menyambungkan sendiri ikatan-ikatan terhadap tanah
yang sudah dilepaskan tersebut. Ikatan ini mereka rebut, agar mereka
berkemampuan melakukan perjuangan untuk subsistensi, bahkan
pun mengangankan akumulasi sebagai upaya mendirikan lagi
sendi-sendi kehidupannya. Parahnya, justeru inisiatif ini seringkali
dimasukkan dalam kategori-kategori hukum dan didefinisikan
sebagai gerakan ekstra legal! Lagi-lagi karena administrasi
pertanahan menjadi lembam dari upaya-upaya penyelesaian
langsung masalah tanah di level yang paling lokal: pedesaan.
Maka sudah tiba waktunya untuk melakukan jeda, dan refleksi, agar
arus linier proses-proses kebijakan pertanahan/agraria tidak dilawan
balik oleh arus linier yang sama. De Angelis, dalam keyakinannya
mencapai dimensi baru dengan membangun nilai-nilai sosial baru
menganjurkan untuk mengenali dan memperkuat perjuangan-
— xiii —