Page 16 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 16
M. Nazir Salim & Westi Utami
2018 sebagai landasan pelaksanaan RA di kawasan hutan maupun non
hutan serta membentuk kelembagaan RA. 1
Pada aras yang lain, terdapat perluasan tafsir(an) atas RA, dari
skema distribusi hak pemilikan aset (landreform) ke (sekedar) distribusi
izin pemanfaatan (Perhutanan Sosial). Permen LHK 83/2016 tentang
Perhutanan Sosial, SK.180/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017 tentang
Peta Indikatif Alokasi Kawasan Hutan untuk Penyediaan Sumber
Tanah Obyek Reforma Agraria, serta SK Menko Perekonomian 73/
2017 tentang Tim Reforma Agraria. Demikianlah praktek politik yang
menyebabkan perbincangan RA mengarah pada suasanya yang
ge(mer)lap.
***
Buku yang ada di tangan pembaca yang berjudul “Reforma Agraria,
Menyelesaikan Mandat Konstitusi menjadi sesisi potret atas ge(mer)lap-
nya perbincangan RA di Indonesia. Perbincangan RA di Indonesia seusia
dengan gagasan pendiri bangsa dalam mewujudkan tata pemerintahan
yang berdasarkan Republik Indonesia (RI). Satu tata pemerintahan publik
atau rakyat. Keduanya adalah dua sisi dalam satu keping mata uang. Mem-
bincang RA artinya partisipasi menata RI, begitu sebaliknya. Sayang sekali
pasca tragedi kemanusiaan 1965-1966, tatanan itu berubah menjadi terpi-
sah diantara keduanya. RA menjadi sebatas bagian program pemerintah,
tidak lagi sebagai pondasi pembangunan nasional. Kendati sebagai pro-
gram pemerintah, uniknya masyarakat (pun kaum akademik) “takut”
membicarakan RA. 2
Reformasi (1998) belum mampu melakukan perubahan, atau
mengembalikan ruh RA pada praktek politik RI. Kendati begitu, mampu
menghadirkan Keppres No. 48 tahun 1999 tentang Tim Pengkajian
Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan dalam Rangka Pelaksa-
naan Landreform. Tema utama dalam perbincangan RA era awal reformasi
1 Kelembagaan RA agar bisa dijalankan sampai ke tingkat daerah, dengan
jalan menghadirkan gugus tugas RA di berbagai daerah.
2 Rezim politik pasca 1965 memberi makna pejoratif pada RA, yang prakteknya
dengan jalan politik kekerasan.
xvi