Page 106 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 106
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
Agraria, di Provinsi, Kantor Pengawas Agraria, berkedu-
dukan di Residen, dan kantor Agraria Daerah berkedu-
dukan di kabupaten/kota. Pada waktu itu, karena keter-
batasan tenaga ahli yang akan menempati kantor, maka
belum semua daerah dibentuk kantor agraria.
Pada tahun 1955 jawatan pendaftaran tanah masih di
bawah Kementerian Kehakiman, dan keberadaannya juga
secara vertikal terdiri atas: Kantor Pusat Jawatan (Kantor
Besar) di Jakarta dan Kantor-kantor Pendaftaran tanah
yang berada di 24 wilayah di seluruh Indonesia (Harsono,
1958a, 1958b). Lewat Keputusan Menteri Agraria tanggal
26 Februari 1958 No. Sk. 50/ka, susunan jawatan
Pendaftaran Tanah disempurnakan menjadi: Kantor
Pusat Jawatan di Jakarta, Kantor Inspeksi Pendaftaran
Tanah, Kantor Inspeksi Pembuatan Peta Pendaftaran
Tanah di Jakarta, Kantor Pendaftaran Tanah Tingkat I,
II, dan III, Kantor Pembuatan Peta Pendaftaran Tanah.
Dengan pertimbangan khusus, dibentuk satu kantor
di Sumatera Timur, kemudian tempatnya disepakati di
Medan. Tugasnya adalah untuk melaksanakan pembagian
tanah perkebunan dan pemindahan rakyat di daerah
Sumatera Timur dalam rangka penyelesaian soal pema-
kaian tanah-tanah perkebunan oleh rakyat sesuai keten-
tuan dalam Undang-Undang Darurat No. 8 Tahun 1954.
Dengan Keputusan Menteri Agraria Tanggal 30 Juni 1955
No. Sk/102/ka di Medan dibentuk Kantor Reorganisasi
Pemakaian Tanah. Kantor ini dipimpin oleh pejabat yang
bertanggung jawab langsung kepada Menteri Agraria.
Keberadaan Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah di luar
70