Page 104 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 104

M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.

                        Sukarno ketika  mengumumkan pembatalan perjanjian
                        KMB setelah PBB gagal mencapai resolusi pada 2 Desem-
                        ber 1957. Dengan pengumuman itu, ledakan radikalisme
                        anti Belanda memuncak,  dan kabinet  memerintahkan
                        pemogokan buruh, dan besoknya serikat-serikat buruh
                        PKI dan PNI mulai mengambil alih perusahaan Belanda.
                        Perusahaan pertama yang menjadi korban pasca gagalnya
                        resolusi  PBB adalah  perusahaan pelayaran  Koninklijke
                        Paketvaart Maatschappij (KPM) yang kemudian berubah
                        menjadi  PELNI  (Wasino,  2013).  Sialnya, saat  terjadi
                        pengambilalihan,  sebagian  besar  kapal  KPM  sedang
                        berada di laut dan dengan mudah untuk segera mening-
                        galkan Indonesia. Hatta mengecam dalam konteks buruk-
                        nya perencanaan pengambilalihan perusahaan pelayaran
                        KPM,  karena  dengan  kaburnya  kapal-kapal  pelayaran
                        milik Belanda membuat semakin terpuruk pelayaran antar-
                        pulau di Indonesia (Hatta, 2015; Ricklefs, 2005). 6


                        C. Struktur Organisasi Kelembagaan Agraria,
                           1955-1960

                            Pada tahun 1955 ketika Kementerian Agraria memiliki
                        kelembagaan sendiri yang dibentuk berdasarkan UUDS


                            6  Saat kritik dilontarkan, Hatta sudah tidak lagi menjadi Wakil
                        Presiden Sukarno, karena beliau mengundurkan diri 1 Desember 1956
                        karena  berselisih pendapat dengan Sukarno dalam hal  Demokrasi.
                        Gagasannya tentang sistem Demokrasi Parlementer dan Federalisme
                        tidak disukai oleh Sukarno yang berkeinginan untuk membangun sistem
                        politik dengan partai terbatas agar mudah dikontrol, dan mundurnya
                        Hatta  menjadi jalan  bagi Sukarno  untuk menerapkan  Demokrasi
                        Terpimpin pada tahun 1959.

                         68
   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109