Page 51 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 51

Politik Kelembagaan Agraria Indonesia

                          atau alat legitimasi suatu kebijakan. Studi tersebut lebih
                          mirip dengan pemenuhan kebutuhan internal lembaga,
                          bukan untuk melihat secara jernih keberadaan dan eksis-
                          tensi lembaganya secara lebih luas. Jarang ada peneliti
                          yang menulis sejarah lembaga agraria dari sudut pandang
                          akademik-kritis demi membangun pengetahuan kelem-
                          bagaan sekaligus sebagai otokritik (Cakranegara, 2020;
                          Hakim,  2018). Merujuk  Zed (2018)  studi sejarah  akan
                          menghasilkan  produk pengetahuan yang memadai jika
                          dibekali dengan konsep berpikir historis, yakni perubahan,
                          kausalitas,  konteks,  kompleksitas, dan  kemungkinan.
                          Logika itu yang digunakan dalam membangun studi ini
                          untuk melihat perubahan dan kausalitas sejarah kelem-
                          bagaan agraria.
                              Penulis mencoba menelusuri beberapa studi terkait

                          sejarah kelembagaan  agraria-pertanahan yang berhasil
                          penulis temukan, di antaranya kajian kelembagaan dalam
                          kerangka  pemenuhan  dan  kebutuhan  kelembagaan,
                          misalnya Dasawarsa Bhumibhakti Adhiguna (BPN, 1998).
                          Kajian ini  menghadirkan BPN dan peran kelembagaan
                          dalam konteks eksistensinya, bukan sebuah kajian untuk
                          menjelaskan postur lembaga dan peran yang dimainkan
                          di tengah pembangunan Indonesia dengan pendekatan
                          kemanfaatannya untuk Indonesia. Artinya karya tersebut
                          dilihat sebagai sebuah karya yang berisi pemenuhan kebu-
                          tuhan “seremonial”, karena buku tersebut hadir dengan
                          semangat untuk menunjukkan keberadaan lembaganya
                          semata setelah berjalan selama sepuluh tahun. Kajian yang
                          dianggap lebih serius dilakukan oleh Direktorat Jenderal

                                                                              15
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56