Page 83 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 83

Politik Kelembagaan Agraria Indonesia

                          menunjukkan pembentukan Kementerian Agraria secara
                          mandiri dan terpisah dengan Kementerian Dalam Negeri.
                          Keppres tersebut juga untuk pertama kali menegaskan
                          tugas  Kementerian Agraria, di antaranya:  menyiapkan
                          pembentukan perundangan-undangan agraria  sebagai-
                          mana perintah Pasal 26, 27 ayat 1 dan Pasal 38 UUDS 1950
                          (UU No.  7 Tahun  1950). Secara substantif,  Pasal  26-27
                          memerintahkan pengaturan hak milik dan pencabutan
                          hak  milik,  terutama  pencabutan  untuk  kepentingan
                          umum, sementara Pasal 38 mengatur tentang kekayaan
                          bumi Indonesia.
                              Keberadaan Kementerian Agraria dengan tugasnya
                          yang jelas  itu pula  kemudian mampu  mengakselerasi
                          pembentukan Panitia UUPA secara lebih intens dan serius,
                          karena secara kelembagaan RUUPA mutlak menjadi tang-

                          gung jawab  Kementerian Agraria. Walaupun sebelumnya
                          sudah  terdapat Panitia Agraria Jogja  1948 dan  Panitia
                          Agraria Jakarta 1953. Setelah lahirnya kementerian Agraria
                          baru, kemudian langsung membentuk kembali Panitia
                          Suwahjo 1955, Panitia Agraria Soenarjo 1958, dan terakhir
                          Panitia Agraria Sadjarwo 1960 (Keppres No. 52 Tahun 1953,
                          Keppres No. 196 Tahun 1953, Keppres No. 4 Tahun 1954,
                          Keppres No. 1 Tahun 1956). Pada periode Menteri Agraria
                          Sadjarwo  inilah  kemudian  rancangan  draft  UUPA
                          dianggap lengkap dan diajukan secara resmi dalam rapat
                          kabinet  22 Juli 1960  yang  kemudian kembali  diajukan
                          dalam rapat kabinet pleno 1 Agustus 1960. Pasca Rapat
                          Pleno  Kabinet,  Sukarno  mengajukan  secara  resmi  ke
                          Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) pada

                                                                              47
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88