Page 81 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 81
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
hal balik nama sesuai Stbl. 1824 No.27 serta pemberian-
pemberian sertifikat (surat keterangan tertulis) yang
diperlukan untuk lelang;
4 Pelayanan kepada masyarakat dalam hal memberikan
keterangan lisan maupun tertulis mengenai hak atas
tanah (dengan hukum Eropa) maupun pemberian
salinan peta dan daftar-daftar yang ada pada Kadastrale
Dienst;
5 Melaksanakan pekerjaan pengukuran dan pemetaan
lainnya serta tugas-tugas lain yang dibebankan oleh
pemerintah (Penyuluh Landreform dan Agraria, No.
3-4, 1974).
Istilah Kadastrale Dienst digunakan secara resmi masa
kolonial dalam dua pengertian, pertama, kadaster sebagai
instansi pemerintah, kedua, kadaster sebagai fungsi
(tugas). Tugas Kadastrale Dients yang digambarkan di
atas dikerjakan oleh pemerintah kolonial dan digunakan
juga oleh pemerintah Indonesia setelah merdeka dan
belum memiliki aturan hukum agraria sendiri sampai
Indonesia mengeluarkan UUPA 1960. Secara substantif,
perubahan yang dilakukan tidak banyak, bahkan semua
isian yang digunakan dalam PP No. 10 Tahun 1961 meru-
juk aturan yang diterbitkan oleh Pemerintah Kolonial.
Pada masa Jepang masuk ke Indonesia, tugas kadaster
maupun penyelenggaraan sistem pendaftaran hak tidak
mengalami perubahan. Masa Jepang justru mengubah istilah
Belanda, yakni istilah pendaftaran tanah yang sudah dike-
nal selama periode kolonial dengan nama Kadastrale Dienst
diubah oleh Jepang menjadi Jawatan Pendaftaran Tanah dan
45