Page 264 - Transformasi Masyarakat Indonesia dan Historiografi Indonesia Modern
P. 264
Transformasi Masyarakat Indonesia...
lengkap, baik dari segi fisik (kratonnya) maupun segi non fisik,
yaitu keberadaan Sultan sebagai pemimpin kratonnya serta ek-
sistensi perangkat kelembagaan dan kehidupan sosial dan kul-
turalnya. Hampir sebagian besar kesultanan atau kraton kraton
Nusantara yang pernah hidup pada abad ke 16-18 ataupun abad
ke 19 telah runtuh, baik secara fisik maupun non fisik, sejak
jaman Pemerintahan Kolonial Belanda maupun pada masa Pen-
dudukan Jepang atau jaman Revolusi Kemerdekaan. Tidak lain
karena mereka tidak mampu menghadapi perubahan-perubahan
dan tantangan jaman yang terjadi pada masa itu.
Kesultanan Yogyakarta, di lain pihak, telah banyak meng-
hadapi tantangan yang cukup besar dan berat, yang terjadi sejak
masa VOC, masa Pemerintahan Kolonial Belanda, masa Pendu-
dukan Jepang, dan masa kemerdekaan serta masa Revolusi Ke-
merdekaan. Apabila disimak Kesultanan Yogyakarta di bawah
kepemimpinan para Sultannya mampu menyiasati tantangan dan
ancaman yang dihadapinya, bahkan mampu menyesuaikan diri
dengan tuntutan jamannya, seperti yang telah dilakukan oleh
Sultan Hamengku Buwana IX. Sesuai tuntutan perubahan ja-
man, Sultan Hamengku Buwana IX mampu menyusuaikan diri
dan merubah konsepsi dan kedudukan Sultan dari penguasa
kerajaan yang absolut (“divine king”) ke konsep raja sebagai “pe-
mimpin rakyat” atau “raja rakyaf” (“popular king”) dan kemudian
juga menjadi simbol “pemimpin kebudayaan” atau “raja
kebudayaan” (“cultural king”). Secara praktis, kini Kesultanan
Yogyakarta pada dasarnya telah bergeser menjadi kesultanan
kultural, karena sultan tidak lagi memiliki kekuasaan politik
seperti yang dimiliki pada masa tradisional. Pada masa kini
Kraton Yogyakarta secara terus menerus berusaha menjawab
tantangan jaman abad ke-21 dengan memposisikan diri sebagai
pusat kebudayaan, keagamaan, kebangsaan dan demokrasi.
Sultan Hamengku Buwana X, sebagai pewaris takhta Kesultanan
Yogyakarta, berusaha meneruskan dan mewarisi semangat
kepemimpinan ayahnya Sultan Hamengku Buwana IX. Pada
243