Page 19 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 19
Laksmi Adriani Savitri
ketimbang kesejahteraan seperti yang dibayangkan. Sehingga se-
betulnya, yang dibutuhkan sebagai dasar pembangunan adalah
Reforma Agraria. Bukan sekedar usaha coba-coba ‘peningkatan
produktivitas’ yang menjauhkan esensi pembangunan dari pene-
guhan kemanusiaan. Sesungguhnya, seperti disajikan dengan te-
rang benderang oleh penulis, keberpihakan pada masyarakat mis-
kin pedesaan secara konsisten dari perjalanan pemikiran kedua
guru inilah yang menjadi ‘api yang membara dalam dada’, peng-
hidup dan spirit bagi pemikiran itu sendiri. Dengan itulah, pe-
mikiran ini mengakarkan diri, sehingga ia mampu memunculkan
apa yang tak terlihat oleh Negara. Pada masa itu, Negara adalah
penentu arah Pembangunan dan penentu di mana masyarakat
miskin pedesaan diposisikan. Pada masa itu, Mazhab Bogor ber-
diri sebagai penanding sesat pikir Negara.
Buku ini diterbitkan di satu masa di mana hidup kita, se-
bagai warga negara, tidak lagi mudah dipahami dalam suatu hu-
bungan pelayanan dan pengurusan antara Negara dengan war-
ganya. Peran Negara sudah dilucuti sedemikianrupa hingga tum-
buh ruang kendali yang begitu besar dikuasai oleh pasar. Negara
sekedar menjadi instrumen pasar, pelancar distribusi dan alokasi
sumberdaya untuk akumulasi modal. Tanah dan sumber agraria
lainnya bisa atau tidak bisa dimiliki, dikuasai, dan dimanfaatkan
oleh masyarakat miskin pedesaan bukan lagi karena ada peran
pengaturan oleh Negara, tapi lebih disebabkan oleh adanya invi-
sible hands yang mengatur supply dan demand atas tanah dan sum-
ber agrarian pedesaan. Lalu, di jaman ini, bagaimana memetik
pelajaran dari buku ini?
Bagi saya, atau setidaknya kita semua yang sedang diwarisi
tugas sejarah untuk mengembangkan pemikiran ini, konteks yang
berubah tentunya menghadirkan tantangan yang berubah. Arus
pemikiran yang kita hadapi sudah sedemikian sistematis mewaki-
li suatu kepentingan untuk mengintegrasikan seluruh pelosok bu-
mi dalam sistem pasar global. Sementara kita, jika tidak segera
merapatkan barisan dengan cara belajar bertindak bersama tanpa
lelah, untuk membangun sistem pemikiran yang teguh sebagai
xviii