Page 20 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 20

Kata Pengantar


               counter argument dari arus kepentingan ini, maka akan dengan ce-
               pat kalah langkah.
                   Pemikiran para guru kita membantu kita untuk secara tajam
               memahami social inequality di pedesaan. Tidak dengan mudah me-
               nerima desa dalam sebuah romantisme harmoni, tapi memahami
               sepenuhnya bahwa kekuatan kapitalisme juga bisa berasal dan
               mengakar dari desa. Pada masa ini, begitu dekat jarak antara
               pemikir dan pengambil kebijakan di lembaga-lembaga keuangan
               internasional- yang begitu dipercaya oleh Negara, dengan keja-
               dian dan peristiwa yang segera mewujud di pedesaan. Dalam hi-
               tungan hari, tiba-tiba masyarakat pedesaan yang sekarang ini
               hampir tak ada yang tak terjerat hutang, lalu dihadapkan pada
               keputusan untuk menyerahkan tanahnya pada perusahaan besar
               yang masuk ke desa dengan janji kesejahteraan. Dengan demi-
               kian, kerja kita tidak lagi sesederhana mengorganisir perlawanan
               atas masuknya modal besar di desa, dan menggedor gedung DPR
               dan Mahkamah Konstitusi untuk menghapus beragam regulasi
               yang menindas. Itu sangat penting dan perlu, dan tak mungkin
               ditinggalkan, tapi tak cukup.
                   Dari pemikiran para Begawan ini, kita sadar bahwa kita juga
               perlu menemukan cara untuk mengurai jerat hutang di pedesaan,
               membuka jalan demokratisasi hubungan-hubungan sosial pede-
               saan, mempelajari dan meneguhkan kekuatan rakyat dalam soal
               kelola wilayah, soal pengorganisasian lahan pertanian, kebun,
               hutan dan daerah perairan. Dan saat ini kita pun perlu sekaligus
               mempelajari dan menemukan cara semua itu dalam rangka
               penyelamatan satuan ekologis untuk keselamatan hidup bersama,
               sambil tak lupa memihak secara khusus pada kepentingan kaum
               rentan, seperti perempuan kepala keluarga, buruh, anak-anak dan
               orang tua.
                   Memang perjalanan masih panjang. Mari, segera melangkah
               belajar bertindak bersama. Kita belajar dari buku ini, seperti ke-
               dua guru, akarkan diri pada semangat keberpihakan pada masya-
               rakat miskin dan tertindas untuk mampu melahirkan pemikiran




                                                                       xix
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25