Page 24 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 24
Prolog
nya, malah muncul sebagai sesuatu yang laten ketika Indonesia
menjadi sebuah negara yang merdeka. Masalah agraria tidak lagi
menjadi sekedar domain pribadi melainkan lebih mengemuka se-
bagai persoalan sosial yang akut.
Modernisasi pertanian dan pembangunan pedesaan yang
memiliki kaitan erat dengan kenyataan agraria Indonesia ternya-
ta secara historis lebih banyak dipenuhi oleh muatan politis dari
pada kebijakan-kebijakan sosial dan ekonomis yang dapat secara
riil memberi manfaat kepada masyarakat. Pengesahan Undang-
undang Pokok Agraria dan aturan-aturan lain yang mengikutinya
pada tahun 1960-an yang seharusnya dapat menjadi sarana bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat, sebagai contoh, cenderung
dilihat sebagai komoditi politis baik sebelum maupun setelah
prahara politik 1965. Akibatnya, berbagai upaya untuk mewu-
judkannya terkendala oleh kepentingan politis yang sarat dengan
subjektivitas baik ideologis maupun personal. Perubahan rezim
politik setelah prahara itu semakin memperburuk keadaan, keti-
ka label-label politik dan interpretasi sosial atas segala hal yang
berhubungan dengan sektor agraria telah sampai pada tingkatan
irrasional dan memandulkan produktivitas sektor agraria sebagai
modal sosial dan ekonomis yang seharusnya mampu mensejahte-
rakan masyarakat.
Keterlibatan kekuatan politik kiri yang sangat dalam dan
luas pada sektor agraria sampai pertengahan tahun 1960-an,
telah menciptakan trauma dan sekaligus kesewenang-wenangan
atas nama tanah pada masa berikutnya. Hampir-hampir tidak
berkembang rasionalitas sosial dan intelektual ketika baik negara
maupun ilmuwan berbicara tentang segala sesuatu yang berhu-
bungan dengan tanah, sehingga berbagai konsep tentang tanah
yang dikembangkan tidak didasarkan pada kenyataan yang ada.
Pada satu sisi, realitas agraria seakan-akan hanya dihubungkan
dengan pertanian dan perdesaan. Padahal dalam kenyataannya,
masalah agraria juga merupakan sesuatu yang riil ketika berbicara
tentang ruang dan kategori lain seperti perkotaan, hutan, dan
industri. Di sisi lain, modernisasi perdesaan dan pertanian tidak
xxiii