Page 27 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 27
Bambang Purwanto
sempat terkorbankan karena prahara 1965, konsistensi yang di-
tunjukkan dengan cara membangun pemikiran agraria kritis
tentu memerlukan keberanian tersendiri jika dibandingkan de-
ngan mereka yang tidak memiliki pengalaman serupa. Dalam ke-
nyataannya, Sajogyo dan Gunawan Wiradi tidak pernah menye-
rah dan berhenti sampai berusia senja.
Biarpun Luthfi secara sadar menyatakan bahwa “salah satu
kekurangan yang bisa disebut dalam penelitian ini adalah terkait
dengan habitus keduanya, bagaimana Sajogyo dan Gunawan
Wiradi sebagai Sang atau Pribadi, yang di dalamnya terwadahi
sisi-sisi personalitas tidak mendapat perhatian cukup”, penelu-
suran genealogis yang dilakukan Luthfi secara kontekstual tidak
hanya menghadirkan pemikiran agraria mereka berdua melain-
kan juga sejarah sosial dari Sajogyo dan Gunawan Wiradi sebagai
pribadi-pribadi di samping sejarah sosial pemikiran agraria
Indonesia. Bahkan dalam konteks yang lain, buku ini sebenarnya
telah memberi pengetahuan luas tentang perkembangan pemiki-
ran agraria di Indonesia di luar dua tokoh dari Institut Pertanian
Bogor itu semata, dan sekaligus perkembangan pemikiran dalam
sejarah ilmu pengetahuan di Indonesia. Memajukan sektor perta-
nian dan perdesaan tidak hanya sekadar menghadirkan teknologi
modern dan canggih yang diasumsikan dapat memberikan nilai
tambah, melainkan harus memperhatikan struktur sosial dan
kenyataan kultural yang berlaku pada masyarakat. Teknologi mo-
dern tidak selalu dilihat sebagai jalan keluar, bahkan sebaliknya
keduanya secara sadar melihat dampak buruk dari pemberlakuan
teknologi baru yang menjanjikan kemajuan itu. Oleh karena itu,
bukan hal yang berlebihan jika Luthfi akhirnya berkesimpulan,
Sajogyo dan Gunawan Wiradi melalui metode empiris yang
“bervisi emansipatoris” terbebas dari dosa yang sering dilontar-
kan tentang “kemandegan ilmu-ilmu sosial”.
Berdasarkan perjalanan sejarah pemikiran agraria yang telah
dibahas dalam buku ini yang cenderung hanya menempatkan
agraria dalam konteks perdesaan dan pertanian, ada satu hal
yang perlu dipikirkan lebih jauh dalam pemikiran agraria sebagai
xxvi