Page 25 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 25
Bambang Purwanto
bermuara pada perluasan akses masyarakat atas tanah dan
manfaatnya bagi kesejahteraan melainkan semakin memper-
sempit hak-hak agraris masyarakat. Sebaliknya modernisasi per-
desaan dan pertanian berubah menjadi proses pengkotaan dan
industrialisasi yang menjerat masyarakat dalam keterasingan bu-
daya dan bahkan terusir dari tanah yang selama ini dikuasainya.
Berbagai kebijakan pembangunan yang dilakukan lebih didasar-
kan pada kepentingan politik penguasa atau kelompok sosial-
ekonomi dominan dari pada memikirkan kesejahteraan warga
negara secara keseluruhan, sesuatu yang tidak berubah jika di-
bandingkan dengan konsepsi dasar yang pernah berlaku pada
masa kolonial.
Nasib yang sejajar juga berlaku pada individu maupun ke-
lompok intelektual yang mencoba menjadikan sektor agraria se-
bagai substansi material dalam pemikiran dan aksi kritisnya.
Ideologisasi pembangunan yang dikembangkan pada masa Orde
Baru hampir-hampir tidak memberi tempat kepada mereka,
kecuali harus berhadapan dengan resiko pelabelan sebagai para
pelanjut dari tradisi kiri di masa sebelumnya, sesuatu yang dapat
begitu saja mengakhiri peran sosial dan keilmuan seseorang. Oleh
karena itu diperlukan penyesuaian paradigmatik dan strategi
ideologis, sehingga mereka tetap diberi hak hidup untuk dapat
terus berpartisipasi dalam proses pembangunan dan bermanfaat
bagi cita-cita mensejahterahkan rakyat melalui sektor agraria.
Menjadi para “profesional (yang) mendasarkan diri pada sikap
netralitas” memungkinkan mereka tetap menghasilkan ilmu dan
aksi yang relevan bagi mereka yang berada pada “struktur paling
lemah dalam kelas sosial” yang cenderung terabaikan oleh
modernisasi dan pembangunan. Hal itulah yang tergambar secara
jelas dalam karya Ahmad Nashih Luthfi yang menelusuri secara
historis tidak hanya tradisi keilmuan melainkan juga aksi Sajogyo
dan Gunawan Wiradi atau tradisi yang disebutnya sebagai
Mazhab Bogor dalam sejarah pemikiran agraria di Indonesia.
Dalam buku ini, Luthfi menunjukkan bahwa secara pribadi
Sajogyo telah menjadi peletak dasar dalam perkembangan kajian
xxiv