Page 78 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 78

Melacak Sejarah Pemikiran Agraria


               ju produksi berorientasi pasar, desa mengalami disintegrasi dan
               diversifikasi.
                      Pandangan yang ilutif itu dianut oleh Boeke, Schrieke,
               dan van Vollenhoeven. Pandangan semacam ini pula yang agak-
               nya menandai romantisasi dalam historiografi Indonesiasentris.
               Cara pandang itu seakan-akan menafikan realitas internal yang
               sejak mula memiliki kondisi yang kompleks, telah terdiferensiasi,
               dan dengan segenap potensi konfliknya. Di sini, suatu bentuk
               glorifikasi atas masa lalu (yang dinilai lebih murni, lebih baik,
               dan asli) dengan rujukan-rujukannya yang tidak (selalu) jelas,
               akan menjadi persoalan tersendiri; tentang keaslian mana dan
               macam apa yang kemudian diidealkan. 3
                      Berbagai cara pandang yang menitikberatkan pada homo-
               genitas, kesatuan, ketertutupan, ketidakterbagian, dan kelamba-
               nan, menjadi pijakan berbagai kebijakan pemerintah Kolonial.
               Pandangan itu menjadi legitimasi atas proses pembangunan ne-
               geri Hindia Belanda. Belakangan seorang ilmuwan sosial asal
               Belanda, Jan Breman, membantah cara pandang seperti itu. Ia
               menunjukkan, setidaknya telah ada dua nama yang memberikan
               pandangan berbeda dalam melihat desa Jawa: Wertheim dan
               Onghokham. Wertheim sadar benar bahwa ada hubungan-hubu-
               ngan “patrimonial” di dalam masyarakat Jawa, yang membe-
               dakan satu kelompok dengan kelompok lainnya. Sementara Ong-
               hokham melalui disertasinya menunjukkan telah adanya “dife-
               rensiasi internal” masyarakat, baik sebelum maupun ketika ber-
               langsung pemerintahan Kolonial. 4
                      Bagi Jan Breman sendiri, desa lebih menyangkut “the
               problem of resources management: how exercise control over the Javanese
                                       5
               peasants and their products”. Desa adalah arena kontestasi perebu-
               tan atas sumber daya itu. Di dalamnya terdapat “pola relasi
               vertikal” dan “keragaman horisontal”. Gejala landless population
               menurutnya telah ada sejak abad XIX, sehingga depesantization


                   3  Ibid., hal. 6.
                   4  Ibid., hal. 8-9.
                   5  Ibid., hal. 3.
                                                                         25
   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83