Page 83 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 83
Ahmad Nashih Luthfi
mengakibatkan negara membutuhkan biaya yang tinggi. Belum
lagi dengan pegawai birokrasi yang harus digaji. Maka yang ter-
jadi kemudian Daendels mengulangi pengalaman VOC: menjual
tanah-tanah kepada pihak partikelir. 13
2. Raffles, riset kadaster dan “land rent system”
John Sturgus Bastin, sejarawan kelahiran Australia yang
pernah mengeditori Jurnal Malayan and Indonesian Studies, dalam
disertasinya yang dibimbing oleh J. H. Boeke, khusus menulis
tentang gagasan Raffles mengenai sistem sewa tanah di Jawa.
Menurut J. S. Bastin, sistem itu adalah cerminan dari sistem
pajak atas tanah di Inggris, yang merupakan pengejawentahan
dari gagasan Adam Smith, James Stuart Mill, Sinclair, dan be-
berapa tokoh penggagas ekonomi politik pada abad 18 kala itu.
Sistem ini mengalasi penetrasi ekonomi uang dan ekonomi libe-
ral pada masyarakat pribumi. 14 Pada pertengahan abad 18, ke-
majuan material yang terjadi di Inggris dinilai sebagai suatu
perkembangan yang wajar. Gagasan modern menyebar dari Ing-
gris. Dalam hal ini pikiran Raffles terkait dengan ide liberal
David Ricardo (1772-1823) yang melahirkan konsep tentang
“the rent of land” beserta teorinya. Gagasan ini dikombinasikan
dengan ide Thomas Robert Malthus (1766-1836) yang sangat
berpengaruh pada masa itu dan dirasakan langsung gaungnya
oleh Raffles. 15
Sebagai sebuah kenyataan sosial, penerapan kebijakan pajak
atas tanah di Jawa didasarkan pada pengalaman di India, ketika
pemerintah Inggris berkuasa di sana. Pada masa kekaisaran
Moghul di India (1526-1707), negara dianggap sebagai pemilik
tanah, atau super land-lord. Merujuk pada pengalaman ryotwari di
13 Parakitri T. Simbolon, Menjadi Indonesia (Jakarta: Kompas, 1995), hal.
85-88.
14 John Sturgus Bastin, The Development of Raffles’s Ideas on The Land Rent
System in Java ( s’Gravenhage: 1954), hal. Ix.
15 Sediono M. P. Tjondronegoro, Negara Agraris Ingkari Agraria: Pemba-
ngunan Desa dan Kemiskinan di Indonesia (Bandung: Yayasan Akatiga, 2008), hal.
106.
30