Page 108 - Ranah Studi Agraria: Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris
P. 108
Sistem Tebasan, Bibit Unggul dan ...
kan oleh Utami dan Ihalauw di Kabupaten Jepara. Mereka
menyaksikan 96 orang pemotong padi bekerja keras di atas
sawah seluas 0,20 hektar, yang berarti 480 orang per hektar.
Hanya 50 meter dari tepat itu pada waktu yang sama mereka
melihat hanya tiga orang sedang melakukan panen di atas sawah
seluas 0,14 hektar, yang berarti 21 orang per hektar. Pada
sawah yang pertama panenan itu dilakukan oleh petani, dan
21
pada sawah sebelahnya diawasi oleh penebas . Dalam suatu
laporan lain, kedua staf peneliti dari Universitas Satya Wacana
itu menyatakan bahwa pada dua dari beberapa desa yang
mereka survey di Jawa Tengah, permintaan akan tenaga kerja
untuk menggarap panen sawah ternayata sangat menurun ka-
22
rena faktor meluasnya sistim tebasan . Bila dibandingkan
angka-angka ini dengan laporan yang menyatakan 675 orang
per hektar bekerja di sawah-sawah yang relatif luas dan 973
orang yang secara menakjubkan bekerja dengan alat ani-ani
pada sawah yang luasnya kurang dari satu hektar, keduanya
mengerjakan panen yang digarap petani di Kabupaten Krawang
dekat Jakarta, bisa dibayangkan bagaimana akibat tebasan ter-
23
hadap kesempatan kerja pada musim panen .
21 Widya Utami dan John Ihalauw. “Farm Size, Its Conscequecens on
Production, Land Tenure, Marketing and Social Relationship in Klaten
Regency, Central Java, Lembaga Penelitian Ilmu Sosial, Universi-
tas Satya Wacana, 1972, hal. 17.
22 Widya Utami dan John Ihalauw, “Tebasan, Suatu Gejala Sosial
Ekonomi”, op. cit., hal. 36.
23 Rukasah Adiratma, Income of Rice farmers and Their Marketabel
Surplus of Rice in Krawang District, West Java, tesis Doktor, (tidak
diterbitkan) Institut Pertanian Bogor, 1970. hal. 119.
39