Page 169 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 169

M. Shohibuddin & M. Nazir S (Penyunting)

            reform seharusnya, dan pada khususnya, akan membawa pada
            peningkatan ketahanan pangan, pendapatan dan kesejahteraan bagi
            berbagai kelompok di pedesaan yang marginal secara sosio-
            ekonomis. Penguatan dan perlindungan hak-hak penguasaan tanah
            akan memperkuat sistem pertanian dan keragaman kebudayaan
                 4
            lokal.”   Landreform harus dipandang sebagai bagian esensial
            dari pemenuhan hak azasi manusia, termasuk di dalamnya
            pemenuhan dari “human dignity”. Selain itu, terdapat korelasi
            positif antara kepastian hak yang diperoleh dari landreform
            dengan gairah investasi pada lahan dan dampak positif pada
            lingkungan umumnya.
                Trigger munculnya gerakan landreform itu sendiri, awalnya
            terjadi di daratan Eropa, bersamaan dengan munculnya
            Revolusi Perancis, sebagai akibat dari ketidakadilan sosial
            yang dialami masyarakat petani. Penderitaan yang dialami
            oleh mayoritas petani di daratan Eropa pada akhirnya mam-
            pu membangkitkan kesadaran mereka untuk secara ber-
            sama-sama menuntut apa yang menjadi hak mereka agar
            dapat hidup lebih layak, yaitu dengan jalan memiliki tanah
            sendiri. Namun dalam perkembangannya, tuntutan ini
            memiliki muatan politis, yaitu agar mereka bisa terlepas
            dari belenggu dan ikatan kaum feodal/tuan tanah, sehingga
            haknya dapat diakui secara equal dengan kaum tuan tanah.
            Impact dari tuntutan para petani tersebut meluas ke Eropa
            Tengah dan Eropa Timur dan akhirnya gerakan landreform
                                                                 5
            menjadi gerakan dunia terutama di negara-negara agraris ,
            termasuk Indonesia.



               4  Ibid, p. 2.
               5  www.fao.org

            122
   164   165   166   167   168   169   170   171   172   173   174