Page 85 - Multipurpose Cadastre Pengadaan Tanah dan Legalisasi Aset: Penyelesaian Persoalan-persoalan Agraria dan Tata Ruang
P. 85
Multipurpose Cadastre, Pengadaan Tanah, dan Legalisasi Aset
76
Hingga saat ini – untuk kepentingan pembangunan - proses
penciutan tanah ulayat tetap berlangsung. Mochtar Naim (1991, 2)
mengatakan bahwa sejak awal abad ke-20 kedudukan tanah ulayat
makin melemah serta mengalami penggerogotan dari luar dan dari
dalam. Dari luar melalui kekuasaan raja-raja maupun penghulu-
penghulu adat setempat, yang melakukan transaksi atas tanah-
tanah ulayat dengan perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di
bidang perkebunan ekspor.
Dari dalam sistem ekonomi dan sosial yang terjadi saat ini
telah mengakibatkan tanah ulayat di seluruh daerah di Indonesia
berubah, dari komunalisme ke individualisme dan dari kolektivisme
ke kapitalisme. Di Sumatera Barat faktor yang mengakibatkan
penciutan tersebut adalah desakan kependudukan, tuntutan
pembangunan khususnya usaha perkebunan (Mochtar Naim 1991,
3-4).
Sembiring (2018, 150-151) mengatakan bahwa penciutan tanah
ulayat (adat) terjadi karena beberapa sebab, namun secara umum
ada 2 (dua) hal yang mendominasi, yaitu: (a) melalui mekanisme
pelepasan hak sehingga tanah ulayat tersebut statusnya berubah
menjadi tanah Negara; dan (b) melalui proses pendaftaran tanah adat,
baik yang komunal maupun individual sehingga tanah adat tersebut
entitasnya berubah menjadi tanah hak. Terkait dengan pelepasan
hak, Penjelasan Umum UUPA angka (3) menyatakan bahwa dalam
hal pemberian sesuatu hak atas tanah maka kepentingan dari sesuatu
masyarakat hukum adat harus tunduk pada kepentingan nasional
dan negara yang lebih luas dan hak ulayatnya pun pelaksanaannya
harus sesuai dengan kepentingan yang lebih luas. Dengan demikian
masyarakat hukum adat yang bersangkutan melakukan pelepasan
hak dan akan diberi recognitie.
Secara teknis juridis, pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang