Page 83 - Multipurpose Cadastre Pengadaan Tanah dan Legalisasi Aset: Penyelesaian Persoalan-persoalan Agraria dan Tata Ruang
P. 83
Multipurpose Cadastre, Pengadaan Tanah, dan Legalisasi Aset
74
Pada ulayat suku yang menganut kelarasan koto piliang
keputusan dilakukan secara otokrasi dan mengenal pucuk adat
atau raja adat. Ulayat suku yang mengenal kelarasan bodi caniago
tidak mengenal pucuk adat, karena setiap penghulu suku (penghulu
andiko) mempunyai posisi dan kedudukan yang sama. Selain itu,
dikenal juga nagari yang memakai sistem kelarasan campuran.
Tanah ulayat kaum merupakan tanah yang dimiliki secara
bersama, menurut hukum adat oleh suatu kaum (sub-clan) untuk
kelangsungan hidup mereka, baik sebagai tempat tinggal, pertanian
maupun sebagai tempat mereka berusaha di luar sektor pertanian.
Pengaturan dan pengurusan mengenai pemanfaatan tanah ulayat
kaum ini berada di bawah kewenangan mamak kepala waris atau
kepala kaum, yang biasanya adalah laki-laki tertua dalam kaum yang
bersangkutan.
Bentuk pemanfaatan tanah ulayat kaum bervariasi dan
tergantung besar kecilnya jumlah anggota kaum yang bersangkutan.
Jika jumlahnya besar dan terdiri dari beberapa jurai atau paruik
(perut) maka ada kecenderungannya bahwa pemanfaatan tanah
ulayat kaum ditentukan batas-batasnya berdasarkan jurai atau
paruik yang ada. Konsekuensi dari tindakan ini adalah timbulnya
tanah ganggam bauntuak (genggam beruntuk) bagi masing-masing
jurai atau paruik. Mereka tidak boleh saling menggangu tanah
mereka masing-masing kecuali bila diadakan kesepakatan baru di
antara mereka.
Jika jumlah anggota kaumnya belum terlalu banyak dan jumlah
jurai atau paruik juga sedikit, maka biasanya pemanfaatan tanah
ulayat kaum tidak dibagi-bagi berdasarkan ganggam bauntuak.
Dapat dikatakan bahwa hampir semua orang Minang yang tinggal
di Sumatera Barat yang tidak bertempat tinggal di atas tanah hak
milik mereka sendiri dan tidak menyewa rumah, dapat dipastikan
bahwa mereka tinggal di atas tanah milik kaum. Setiap nagari