Page 78 - Multipurpose Cadastre Pengadaan Tanah dan Legalisasi Aset: Penyelesaian Persoalan-persoalan Agraria dan Tata Ruang
P. 78
Penyelesaian Persoalan-persoalan Agraria dan Tata Ruang
(Hasil Penelitian Sistematis 2018) 69
dan penggunannya; pihak yang berhak dapat meminta
penggantian secara utuh atas bidang tanahnya.
8. Musyawarah Penetapan Bentuk/Besar Ganti Kerugian.
9. Pemberian Ganti Kerugian.
10. Pelepasan Objek Pengadaan Tanah.
D. Tahap Penyerahan Hasil, yang terdiri dari:
1. Berita Acara Penyerahan, dan
2. Pelaksanaan Pembangunan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dari seluruh tahapan tersebut,
proses pemberian ganti kerugian merupakan titik krusial dalam
sebuah kegiatan pengadaan tanah. Banyak kasus pengadaan tanah
yang mengalami ‘hambatan’ terkait persoalan ganti kerugian
hingga berujung pada gugatan (perdata) di peradilan, atau
terpaksa dilakukan konsinyasi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Tata Cara Pengajuan Keberatan Dan Penitipan Ganti Kerugian Ke
Pengadilan Negeri Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum.
Di banyak daerah – khususnya di pulau Jawa – pelaksanaan
pengadaan tanah (Tahap Ketiga) berhadapan dengan persoalan
dimana obyek pengadaan tanah merupakan tanah hak atau tanah
yang dikuasai secara individual. Namun di luar pulau Jawa, ada
persoalan khusus karena obyek pengadaan tanah bukan saja tanah
hak yang dikuasai secara individual, namun terdapat juga tanah
adat (tanah ulayat) yang dikuasai secara komunal. Subyek yang
menguasai tanah adat yang komunalistik tersebut dikenal dengan
berbagai nama, contohnya: di Bali adalah Desa Pakraman, di Toraja
adalah Lembang, di Sumatera Selatan adalah Marga, dan di Sumatera
Barat adalah Nagari.