Page 15 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 15

Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan  3


              sumber-sumber   agraria  di Indonesia  perumusan  kebijakannya
              lebih memberi peluang bagi proses menuju konsentrasi tanah pada
              satu  kekuatan  modal. 4  Akibatnya, masyarakat  lokal disingkirkan
              secara perlahan dari akses atas tanahnya. Setidaknya ada beberapa
              bentuk  penyingkiran  masyarakat  dari akses  terhadap  tanah  oleh
              rezim  penguasa  agraria: (i) pengaturan  akses  terhadap  tanah; (ii)
              ekspansi ruang untuk   pembatasan  tanah-tanah  pertanian; (iii)
              konversi tanah  untuk  produksi tanaman   sejenis  (monocrops);
              (iv) konversi tanah  yang penggunaannya  di luar  sektor  agraris; (v)
              proses  perubahan  kelas  agraria  pada  skala  desa  tertentu; dan  (vi)
              mobilisasi kolektif  untuk  mempertahankan  atau  menuntut  akses
              tanah dengan mengorbankan pengguna tanah lain atau penggunaan
              tanah lainnya. 5

                  Tanah tidak lagi menyatukan individu-individu yang tergabung
              dalam  masyarakat. Tanah  sudah  menjadi milik  satu  lembaga  yang
              didukung penyelenggara   negara  dalam  rangka  pelipatgandaan
              modal. Inilah  yang disebut  dengan  perampasan   tanah  (land


              grabbing).   K  beberapa prakteknya terdapat unsur penyew


                       6
              4   Di wilayah kehutanan Pemerintah mengeluarkan izin Hak Penguasaan
                  Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) sebanyak 351 izin,
                  yang luasnya  mencapai 35,8 juta  hektar. Sementara  izin  pengelolaan
                  hutan oleh masyarakat, Pemerintah cuma mengeluarkan izin dengan
                  luas 0,25 juta hektar. Untuk wilayah perkebunan dari 11,5 juta hektar
                  luas tanah perkebunan sawit, 52% milik swasta, 11,69% milik perusahan
                  negara, sisanya adalah milik rakyat yang terpencar diberbagai tempat.
                  Bila merujuk pada data BPS (2003) penggunaan lahan pertanian, dari
                  37,7 juta  rumah  tangga  petani hanya  menggunakan  lahan  pertanian
                  21,5 juta  hektar. Akibatnya  jumlah  petani gurem  dan  petani tak
                  bertanah semakin banyak. Saat ini, dari 37,7 juta rumah tangga petani
                  Indonesia, 36% petani tak bertanah, 24,3 juta yang menguasai tanah
                  rata-rata  0,89 hektar  per  rumah  tangga. Lihat  Tri Chandra  Aprianto,
                  Sejarah Konlik , hlm. 143.
              5   Lihat pada Derek Hall, Philip Hirsch, and Tania Murray Li (eds), Powers
                  of Exclusion: Land Dilemmas in Southeast Asia (Singapore and Manoa:
                  NUS Press and University of Hawaii Press, 2011).
                                    ’
              6   Istilah  ‘land grabbing muncul pertama  kali dari laporan  GRAIN,
                  sebuah  NGO dari Spanyol yang mendukung kelompok  petani kecil.
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20