Page 193 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 193
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 181
dulu kepada para buruh dan tenaga kerja dari masyarakat setempat
yang bekerja di sana. Sebagai orang yang bekerja di BTM, sudah
barang tentu Ibrahim pernah menerima perlakukan seperti itu.
Apabila tidak setuju dengan apa yang akan dilakukan oleh pelaku,
yang terjadi kemudian adalah proses pembunuhan. Kasus seperti itu
terjadi pada diri seorang mandor perusahaan perkebunan di daerah
Pakisan milik BTM. Ia melarang aksi perusakan yang akan dilakukan
sekelompok massa. Akibat tindakan melarang tersebut mandor
tewas dengan luka sekujur tubuhny Sementara itu per
yang berbeda akan diterima oleh para pengusaha perkebunan yang
kooperatif dengan “oknum” tentara. Biasanya mereka memberikan
“upeti” kepada oknum dan “pemimpin” rakyat yang tidak setuju
dengan keberadaan mereka.
Selain itu, pada periode 1950-an di sekitar wilayah perusahaan
perkebunan juga diwarnai dengan tindak kriminal, seperti
perampokan. Menurut ingatan informan telah terjadi beberapa
kasus perampokan di perusahaan perkebunan di daerah Jelbuk dan
Soekowono, Jember. 104
Pemicu konlik juga dilakukan oleh kalangan majikan dalam
rangka memecah belah kekuatan buruh perkebunan di wilayah
Jember. Propaganda dari kalangan majikan kepada buruh-buruh
perkebunan untuk tidak bergabung ke dalam organisasi yang
berhaluan nasionalis kiri ini dilakukan sangat gencar. Akibat adanya
propaganda tersebut melalui Dewan Pimpinan Ranting Wonojati
mengadakan protes sekeras-kerasnya kepada administratur
perkebunan W terhadap tindakan-tindakan y
oleh sinder S. Warel. Menurut kronologis ceritanya S. Warel adalah
staf pengusaha yang kebetulan menjadi salah satu sinder perkebunan
Wonodjati. Tampaknya S. Warel ini tidak saja berfungsi sebagai sinder,
ia juga melakukan praktek politik guna menghasut dan membujuk
104 Wawancara dengan Ibrahim, 13 September 2004 dan Supani, 16
September 2004.