Page 214 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 214
202 Tri Chandra Aprianto
sangat kentara sekali. Buruh selalu memanggil dengan istilah
ndoro atau tuan. Dan sejak ada nasionalisasi itu berubah
menjadi sebutan sehari-hari layaknya masyarakat Indonesia,
dengan Pak atau Mas saja. Ini merupakan hal yang mendasar
dalam peralihan saat itu. Perumahan rakyat juga sangat
berbeda dengan rumah-rumah para pengusaha perkebunan.
hal ini yang harus dirubah saat itu pula. sehingga setelah
dinasionalisasi seluruh perkebunan itu kongkritnya rakyat itu
merasa betul bahwa ini negara kita dan sudah merdeka. 28
Sebagai kelanjutan dari aksi mogok tersebut, Dewan Menteri
pada tanggal 5 Desember 1957 dalam rapatnya memutuskan untuk
membekukan seluruh transfer keuntungan dari berbagai perusahaan
Belanda yang ada di Indonesia. Menurut harian Indonesia Raya (6
Desember 1957) berbagai perusahaan yang telah diambil alih kemudian
diserahkan pada suatu badan pengawas. Tindakan pengambilalihan
tersebut menurut laporan harian Surabaja Post (11 Desember 1957)
didasarkan atas Surat Keputusan (SK) Penguasa Militer/Menteri
Pertahanan No. 1063/PTM/1957 tanggal 9 Desember 1957.
Perusahaan-perusahaan perkebunan atau pertanian milik
Belanda, termasuk yang dimiliki Belanda bersama-sama
dengan pemerintah Republik Indonesia atau warga negar
Indonesia beserta pabrik-pabriknya, lembaga-lembaga
penyelidikan ilmiah di lapangan pertanian, bangunan-
bangunan dan benda-benda tidak bergerak lainnya, benda-
benda bergerak dari perusahaan termasuk keuangannya dan
surat-surat berharga dikuasai seluruhnya oleh pemerintah
Republik Indonesia.
Di lain pihak berdasar Surat Perintah KSAD selaku Penguasa
Daerah Angkatan Darat No. SP/PTM/077/1957 tanggal 10 Desember
1957, memerintahkan pengambilalihan atas perusahaan milik Belanda
yang ada. Tidak lama setelah Penguasa Militer/Menteri Pertahanan
mengumumkan pengambilalihan berbagai perusahaan perkebunan
28 Wawancara Sumargo, Sumargo, tanggal 1 dan 2 Juni 2004.