Page 205 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 205
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Penembakan di puncak Tidar membuat pemerintah Magelang
tersadar untuk segera mengatur rakyat, dengan membentuk Angkatan
Muda yang beranggotakan eks-PETA yang tidak bergabung menjadi
BKR. Selanjutnya, pemerintah Magelang membentuk delegasi untuk
mengambil alih aset Jepang. Delegasi yang beranggotakan Legowo,
Tartip, Suryo Sumpeno, dan Suwito Haryoko gagal menekan Nakamura.
Pengambilalihan kekuasaan dan penyitaan aset Jepang baru berhasil
setelah ada tekanan massa. Singkatnya, tanggal 7 Oktober 1945,
Jepang meninggalkan Magelang menuju Semarang. Senjata-senjata
rampasan dari Jepang, atas inisiatif Abudan, dibagikan kepada lurah-
lurah di sebelas desa di Magelang. Hal itu dimaksudkan supaya
kesebelas lurah tersebut bisa mempertahankan wilayahnya jika ada
38
serangan musuh sewaktu-waktu .
Sementara di Kebumen, berita proklamasi tersebar luas berkat
peran asisten wedana dan lurah di masing-masing desa. Di samping itu,
berita itupun diterima dari markas Jepang di benteng pendem di
wilayah pesisir Kebumen. Benteng tempat pemusatan latihan militer
dikosongkan oleh tentara Jepang, dan anggota organisasi paramiliter
yang ada di sana dibubarkan. September 1945, berita proklamasi
Indonesia telah diterima di pedesaan Kebumen. Penduduk desa yang
tidak mengetahui arti merdeka diminta oleh lurah masing-masing untuk
menyanyikan Indonesia Raya, mengucapkan salam merdeka,
mengibarkan bendera merah-putih, serta membuat tanda merah putih
di baju sebelah kiri.
Keterbatasan penduduk desa membuat mereka melakukan
berbagai cara untuk bisa mengibarkan bendera maupun membuat
tanda merah putih. Mardjan, salah seorang mantan Heiho, misalnya
mencontohkan ada yang menyobek baju atau kain berwarna merah lalu
menyatukannya dengan sobekan warna putih. Ada pula yang
mengambil dluwang (kertas dari kulit pohon melinjo). Untuk
memperoleh warna merah, dluwang yang berwarna putih pudar pun
diberi pewarna merah lalu disatukan .
39
Masih di Kebumen, penyebarluasan berita proklamasi membawa
perubahan sosial. Hal ini diantaranya tercermin dari istilah papak
pundak yang dapat diartikan sebagai penyeragaman status sosial.
Sehubungan dengan hal itu, orang-orang di sana tidak lagi
menggunakan istilah (n)doro atau tuan untuk menyebut orang-orang
yang memiliki status sosial tinggi melainkan memanggil pak atau
menyebut nama saja.
193