Page 204 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 204
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Sehubungan itu, Ashari memimpin massa menghadap residen
pada 3 September 1945. Sesampainya di sana, Legowo, Tartip,
Suprodjo, Atmodiprodjo, dan Darmowisastro, wakil massa, mengajukan
tuntutan kepada residen supaya kabar proklamasi disampaikan kepada
seluruh rakyat di karesidenan Kedu. Di samping itu, mereka juga
menuntut agar rakyat di seluruh Kedu sepakat untuk menjadi bagian
Negara Republik Indonesia yang baru saja diproklamasikan. Kedua
tuntutan tersebut disetujui oleh residen dengan pesan supaya rakyat
Magelang tetap menjaga perasaan Jepang pimpinan Nakamura
Butaicho yang bermarkas di Jalan Kartini serta Kenpeitei yang bermarkas
di sebelah barat Rumah Sakit Umum Magelang. Tidak ketinggalan, sang
residen berpesan supaya pengambialihan kekuasaan jangan sampai
35
merugikan rakyat .
Reaksi residen tidak memuaskan rakyat. Mengutip Ashari,
residen dianggap tidak tegas. Situasi ini mendorong massa yang
berkumpul di sana melakukan tindakan sendiri. Dan salah satunya yang
diambil ialah melakukan berbagai propaganda anti-Jepang. Masih
mengutip Ashari, tanggal 23 September 1945 hampir seluruh tembok-
tembok di kota Magelang dipenuhi tulisan-tulisan seperti: “Jepang kita
ganyang”, “Magelang neraka bagi Jepang”, “Jepang harus
menyerahkan senjata kepada Pemuda”, dan sebagainya .
36
Masih terkait dengan reaksi atas tersiarnya kabar proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia dan kesepakatan untuk menjadi
Indonesia, tanggal 24 September terjadi insiden di Magelang. Insiden
yang dimaksud ialah perobekan bendera merah putih di Hotel Nitaka
yang dilakukan oleh beberapa anggota tentara Jepang (?). Insiden itu
memicu kemarahan rakyat. Penangkapan terhadap tentara-tentara yang
diduga melakukan perobekan pun dilakukan. Seusai ditangkap, mereka
diajukan kepada Nakamura untuk diadili. Tidak puas akan pengadilan
tersebut, rakyat bersepakat untuk bersama-sama mengibarkan bendera
merah putih di puncak Tidar pukul 06.00 pagi esok hari. Upacara
tersebut mulanya tidak bisa berjalan lancar karena ketiadaan bendera
merah putih. Upacara baru bisa dilangsungkan pukul 10.00 setelah
Slamet memberikan kainnya untuk dibuat bendera. Upacara yang
diawasi oleh Kenpeitei itu berakhir dengan penembakan peserta
upacara. Begitu upacara selesai, dari arah markas Kenpeitei terdengar
tembakan beruntun dan menewaskan empat orang. Keempat orang
37
yang dimasud ialah Kusni, Slamet, Sastrodiprodjo, serta Djajus .
192