Page 262 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 262
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dilepaskan dari diselenggarakannya pendidikan modem. Untuk konteks
kota Surabaya, sekolah yang penting untuk dicatat di sini adalah Hogere
Burger School (HBS) yang berstandar Belanda.
HBS Surabaya didirikan pada tahun 1875, sejalan dengan
meningkatnya penduduk bangsa Belanda di Surabaya karena
mengalimya modal dan teknologi Barat akibat dilaksanakannya
6
Opendeur Policy, dan dibukanya Terusan Suez. Sekolah tersebut semula
bertempat di Institut Buys dekat Alun-alun Contong, kemudian pindah
ke bekas rumah dinas Bupati Surabaya (sekarang jadi Kantor Pos Besar),
dan baru pada tahun 1881 dipindahkan ke gedung baru di daerah elite
Belanda di Ketabang. Nama jalannya disesuaikan dengan gedung baru
7
tadi, yaitu HBS straat (sekarang Jalan Wijayakusuma). Murid pribumi
hasil pendidikan HBS Surabaya antara lain: Ir. Sukarno (masuk tahun
1916 tamat tahun 1921); Dr. H. Ruslan Abdulgani, (tamat tahun 1934);
Mukarto Notowidagdo (tamat tahun 1934).
Berkat bimbingan guru bahasa Jerman, di HBS Surabaya Bung
Karno diperkenalkan dengan pemikiran dan filsafat Barat. Juga di HBS
ini Bung Karno mengembangkan kecakapannya mengeluarkan
pendapat sambil beradu argumentasi dengan murid-murid Belanda
mengenai masalah kolonialisme melalui Debating Club. Pada waktu
sekolah di HBS Bung Kamo mondok di rumah Cokroaminoto di Peneleh,
kemudian pindah ke Plampitan. Di situlah Bung Karno berkenalan
dengan pemimpin-pemimpin pergerakan, baik golongan Islam, Sosialis
atau pun Komunis. Mereka sering berdiskusi tentang usaha gerakannya
melawan Belanda. Perpaduan ilmu yang diperolehnya dan cita-cita
kemerdekaan yang dihirup di rumah Cokroaminoto membulatkan tekad
pejuangan Bung Karno untuk memimpin bangsanya.
8
Oleh karena itu tepatlah kiranya bila Bung Karno dalam
autobiografinya yang ditulis Cindy Adam menyebutkan bahwa Kota
Surabaya adalah sebagai daur nasionalisme. Meski jumlah murid
pribumi sangat sedikit—pada tahun 1920 hanya 20 orang dari 300
siswa, tahun 1934 hanya 30 orang dari 700 siswa—tapi HBS Surabaya
merupakan suatu forum pertemuan kebudayaan Barat dengan pemuda
Indonesia. HBS Surabaya juga sebagai tempat transfer jiwa
kemerdekaan bangsa Belanda kepada pemuda Indonesia.
Dengan datangnya tentara Jepang sejak Maret 1942, terjadi
perubahan besar-besaran dalam berbagai kehidupan, termasuk
250