Page 435 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 435
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Neste. Meski demkian, para pejuang tetap melakukan gerakan dengan
sembunyi–sembunyi, sehingga berdirilah Barisan Pemberontak Rakyat
53
Indonesia (BPRI) di bawah pimpinan R.P. Joewono. Keberadaan
organisasi ini semakin berkembang ke berbagai daerah seperti di
Balikpapan yang dipimpin oleh Kasmani dan Dasuki.
Lain halnya di Sanga-Sanga, di mana pembentukan organisasi
justru berlangsung pada saat penjajahan Jepang. Organisasi Ksatria
dibentuk pada bulan Desember 1943 yang dipimpin Sudiyono.
Organisasi Ksatria didirikan oleh orang–orang Jawa yang didatangkan
Jepang, terutama dari Malang, Jawa Timur. Jepang membutuhkan
banyak tenaga kerja, yang dinamakan romhusa. Pada april 1942
didatangkan romhusa sebanyak 1.000 orang yang dikenal dengan nama
Malang I, disusul pada Juli Malang II sebanyak 1.000 orang. Mereka
diangkut dengan kapal maupun perahu Bugis dan dipekerjakan di
bangsal-bangsal distrik, Sangga-sanga, Muara, Anggana dan lain-lain.
54
Organisasi Ksatria yang bersifat sosial ini berganti nama menjadi BPPD
(Badan Penolong Perantau Djawa) pada 15 September 1945. Tujuannya
tetap sama, yaitu menolong anggotanya apabila dalam kesusahan,
memperkokoh kesetiakawanan, dan saling tolong-menolong jika ada
anggota yang sakit, meninggal dunia atau memerlukan pertolongan.
Organisasi BPPD yang dipimpin oleh Sukardi keanggotaanya semakin
berkembang, bukan saja etnis Jawa tetapi juga masyarakat etnis lain
seperti Banjar, Maluku, dan Sulawesi.
Pemerintah Sekutu menjalin hubungan baik dengan BPPD, sebab
Sekutu membutuh tenaga untuk melancarkan semua kegiatanya. Begitu
juga BPPD menjalin hubungan baik dengan Pemerintah Sekutu sehingga
bantuan bahan makanan seperti beras, sayuran, garam dan sarana
transpotasi berjalan lancar sepanjang tidak menyimpang dari
kesepakatan yang telah dibuat. BPPD juga diijinkan menggunakan
55
lencana Merah Putih dan mengibarkan bendera Merah Putih. Namun,
ini tidak berlangsung lama. Setelah Sekutu menyerahkan Sanga-Sanga
kepada tentara NICA-Belanda pada 11 September 1945, BPPD dan
rakyat Sanga-Sanga merasa tertekan dengan berbagai larangan, seperti
penggunaan lencana Merah Putih dan pengibaran bendera Merah
Putih.
423